Tuesday, July 14, 2009

Jenasah Bripda Marson Dievakuasi ke Jayapura

Jenasah Bripda Marson Dievakuasi ke Jayapura
Jenazah Briptu Marson Patipelohi (ANTARA/M Yamin Geli/&)

Jayapura (ANTARA News) - Jenasah Bripda Marson Patipelohi, anggota Propam Polda Papua yang ditemukan tewas, dibuang di jurang mile 64, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Selasa pagi dijadwalkan dievakuasi ke Jayapura dengan menggunakan pesawat GIA.

Korban yang diduga dibunuh orang tak dikenal sesaat penyerangan yang dilakukan terhadap mobil yang membawa security PT.Freeport di mile 51, Minggu (12/7) itu sempat dinyatakan hilang.

Namun pada Senin siang, dia ditemukan tewas di jurang mile 64 pada ruas jalan Timika-Tembagapura.

Waka Polda Papua, Brigjen Pol.Riadi Koni kepada ANTARA, Selasa pagi mengakui, jenasah korban dijadwalkan tiba di Bandar udara Sentani, Jayapura sekitar pukul 08.15 WIT.

"Jenasah akan diangkut dengan pesawat GIA dari Timika", jelas Waka Polda Papua seraya menambahkan belum mengetahui dengan pasti korban akan dimakamkan dimana karena masih menunggu keputusan keluarga.

Korban Bripda Marson saat ini tergabung dalam satgas "amule" yang bertugas mengamankan sarana vital nasional termasuk PT.Freeport,

Penyerangan dilakukan orang tak dikenal sejak Sabtu (11/7) di areal PT.Freeport menewaskan tiga orang dan beberapa diantaranya luka-luka.

Ketiga orang yang tewas tersebut adalah Drew Nicholas Grant, warga negara Australia dan Markus Rante Allo, keduanya merupakan karyawan PT.Freeport dan Bripda Marson, anggota Propam Polda Papua.(*)

Belum Ada Rencana Penambahan Polisi di Freeport

Belum Ada  Rencana Penambahan Polisi di Freeport
(ANTARA/Fouri Gesang Sholeh/*)

Jayapura (ANTARA News) - Pasca terjadinya penembakan oleh orang tak dikenal yang menewaskan seorang anggota polisi Polda Papua dan dua orang karyawan PT Freeport Indonesia (PTFI) di Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Papua pada Sabtu (11/7) dan Minggu (12/7), belum ada rencana penambahan aparat kepolisian dari Kepolisian Daerah (Polda) Papua di areal operasional PTFI.

Hal itu diungkapkan kepala bidang Humas Polda Papua, AKBP Nurhabri, kepada ANTARA di Jayapura, Senin.

Ia menjelaskan, saat ini di PTFI sudah ada anggota Satgas Amole dari Polda Papua yang memang bertugas di sana.

"Belum ada rencana penambahan pasukan, yang jelas sejak kejadian penembakan tersebut, polisi dari densus 88 dan Mabes Polri sudah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP)," kata Nurhabri.

Sementara menyinggung soal motif penembakan tersebut, Nurhabri mengatakan untuk saat ini belum bisa diungkapkan oleh pihaknya.

"Motifnya belum jelas, karena memang pelakunya juga belum berhasil teridentifikasi," ujarnya.

Seperti diketahui saat ini, tercatat dua karyawan serta seorang anggota polisi yang tewas di Mimika, Papua.

Pada Sabtu (11/7) karyawan PTFI berkebangsaan Australia, Drew Nicholas Grant ditembak di Mile-53 dan pada Minggu, security PTFI,Markus Rante Allo tewas ditembak di Mile-51.

Sementara korban anggota kepolisian yang tewas bernama Bripda Marson, anggota polisi Polda Papua, Senin siang ditemukan tewas dikawasan mile 52 ruas jalan yang menghubungkan Timika-Tembagapura, Papua, setelah sebelumnya yang bersangkutan dikabarkan hilang.

Korban yang tergabung dalam Satgas Amole Polda Papua, bertugas mengamankan sarana vital nasional yakni PT.Freeport.

Kapolda Papua,Irjen Pol. FX Bagus Ekodanto sejak Sabtu (11/7) memimpin langsung penyidikan guna mengungkap pelaku penembakan itu.

Pada Minggu dinihari sekitar pukul 02.30 WIT, sekitar 58 personil Polri yang dikirim dari Mabes Polri tiba di Timika untuk bertugas di wilayah konflik itu.

Jenazah Drew Nicholas Grant telah dibawa pulang ke negara asalnya setelah diperiksa di Jakarta .(*)COPYRIGHT © 2009

Monday, July 13, 2009

Insiden Freeport Jenazah Korban Diterbangkan ke Australia

Senin, 13/07/2009 15:53 WIB
Didit Tri Kertapati - detikNews


Jakarta - Jenazah Drew Nicholas Grant, karyawan Freeport Indonesia yang tewas ditembak kelompok bersenjata di Papua diterbangkan ke Australia. Drew diterbangkan melalui Bandara Soekarno-Hatta pukul 15.00 WIB.

"Jenazah Drew Nicholas Grant Lakis akan diberangkatkan ke Australia pukul 15.00 WIB dari Bandara Soekarno Hatta," kata Kadivhumas Mabes Polri, Irjen Pol Nanan Soekarna saat jumpa pers di kantornya, Jl Trunojoyo, Jaksel, Senin (13/7/2009).

Seperti diberitakan sebelumnya, empat karyawan PT Freeport Indonesia, yaitu Lucan Jhon Biggs (WN Australia) bersama istrinya Lia Madandan (WNI), Drew Nicholas Grant dan Maju Panjaitan (WNI) yang hendak main golf diserang kelompok bersenjata Sabtu (11/7/2009). Akibatnya, Drew tewas tertembak di bagian leher, perut dan dadanya.

Bripda Marson Freddy, anggota provost Polda Papua yang mengawal mobil Freeport juga sudah ditemukan tewas di mile 51, Tembagapura, Timika, Papua. Sebelumnya, Marson sempat berhasil lolos dari aksi tembak menembak tersebut.

Ia lompat melalui pintu sebelah kiri dan masuk jurang. Mayatnya berhasil ditemukan melalui tracking telephone. "Keadaannya telah meninggal dunia tapi di tubuhnya tidak ditemukan luka tembak," jelas Nanan.(mok/iy)

Suripto: Insiden di Freeport Lebih Disebabkan Permainan Elit

Senin, 13/07/2009 14:25 WIB

Indra Subagja - detikNews


Jakarta
- Insiden di Papua seolah tidak ada habisnya. Yang terbaru penembakan di PT Freeport menewaskan 3 korban. Disinyalir apa yang terjadi di Papua tidak lebih ulah elit-elit politik.

"Lebih pada permainan elit di tingkat atas, yang ada di Papua dan ada di Jakarta," kata Wakil Ketua Komisi III DPR Suripto saat dihubungi melalui telepon, Senin (13/7/2009).

Politisi PKS ini memberikan indikasi dengan keterlibatan oknum desertir TNI dalam kasus penyanderaan di pelabuhan dan pembakaran kampus Universitas Cendrawasih.

"Itu yang perlu didalami oleh keamanan. Pasca Pilpres ini memang ada hal-hal yang tidak wajar, jadi isu seperti ini diangkat," tambah mantan pejabat Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) itu.

Secara khusus, dia meminta agar polisi dan pihak keamanan bekerja serius dan tidak sungkan membuka insiden ini. "Kasus penembakan ini perlu disisir sampai tuntas, apakah ada keterlibatan oknum dan pihak-pihak yang memanfaatkan momentum ini," tutupnya.

(ndr/iy)

Polisi Australia Hanya Beri Asistensi di Insiden Penembakan di Freeport

Senin, 13/07/2009 13:29 WIB
Didit Tri Kertapati - detikNews

Jakarta - Polisi Australia ikut dilibatkan dalam insiden penembakan di PT Freeport. Apalagi salah seorang warga mereka ikut menjadi korban. Tapi dipastikan tugas polisi negeri Kangguru itu hanya memberikan asistensi.

"Polisi Australia tidak pernah menyelidik, yang menyelidik kita. Mereka hanya beri asistensi, memberi informasi," ujar Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Nanan Soekarna, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (13/7/2009).

Menurut Nanan kerjasama antar polisi lintas negara adalah hal yang biasa. Kerjasamanya, kata Nanan, berkaitan dengan pendidikan maupun tugas-tugas berkait dengan kejahatan.

"Apalagi ini kasus ada Warga Negara Australia tentu ikut juga menangani kasus ini," terang jenderal bintang dua tersebut.

Sementara itu ketika ditanya, apakah sudah ada kejelasan informasi tewasnya Provos Bripda Marsom Patipulohi. Nanan mengaku belum mengetahui.

"Saya belum tahu, kan rekan-rekan diluar saya didalam," jawab mantan kapolda Papua tersebut.(ddt/ndr)

Insiden di Freeport Motif Penembakan Belum Terungkap, Polisi Australia Ikut Dilibatkan

Senin, 13/07/2009 12:14 WIB

Luhur Hertanto - detikNews

Jakarta - Jumlah personil keamanan telah ditambahkan ke Timiki, Papua. Tetapi sejauh ini belum bisa terungkap motivasi insiden penembakan di kawasan tambang PT Freeport di Timika, Papua.

Demikian jawab Menko Polhukam Widodo AS tentang perkembangan proses hukum kasus penembakan di Timika. Hal ini disampaikannya sebelum rakor percepatan pemberantasan korupsi di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (13/7/2009).

"Terus terang saja sampai sekarang ini kita belum bisa mengungkap siapa itu dan motif apa yang menjadi faktor penembakan," kata dia.

Berdasar pengamatan, insiden penembakan WNA Australia pekan lalu merupakan bagian rangkaian peningkatan gangguan keamanan yang meningkat belakangan ini di wilayah Papua. Sebelumnya juga terjadi insiden di Wamena dan Puncak Jaya.

"Kita coba dalami apakah ini (rangkaian gangguan keamanan di Papua) terstuktur," imbuh Widodo.

Khusus untuk Timika yang terdapat obyek vital negara, dilakukan upaya peningkatan keamanan. Sabtu lalu Mabes Polri mengirim tambahan personil Brimob, Densus 88, Tim Puslabfor dan Crisis Response Team.

Selain itu juga melibatkan AFP (Australia Federal Police) dalam pengungkapan kasus yang menewaskan WNA Australia itu. Ini sama seperti pelibatan FBI dalam kasus serupa beberapa tahun lalu.

"Baru AFP saja, ini tidak ada kaitannya dengan negara lain," jelas Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri.

(lh/ndr)

Korban Bertambah, Polisi Ditemukan Tewas di Area Freeport

Senin, 13/07/2009 12:06 WIB
Indra Subagja - detikNews


Jakarta - Korban aksi kriminal bersenjata di area PT Freeport bertambah. Kali ini seorang anggota polisi, Bripda Bripda Marson Freddy, ditemukan tewas di mile 51, Tembagapura, Timika, Papua. Penyebab kematian korban belum bisa dipastikan.

"Korban ditemukan di lokasi tempat pengejaran pelaku kriminal bersenjata," jelas Kabid Humas Polda Papua AKBP Nurhabri saat dihubungi melalui telepon, Senin (13/7/2009).

Nurhabri menjelaskan dengan meninggalnya Marson ini, total korban menjadi 3 orang setelah sebelumnya warga Australia Drew Nicholas Gran dan karyawan Freeport bernama Markus.

"Kita sudah melakukan olah TKP dan dilakukan pengejaran tapi memang lokasi di sana agak sulit mengingat lokasinya hutan, gunung, dan jurang," jelas Nurhabri.

Dia menjelaskan dari kondisi di lapangan dipastikan masih kondusif. "Yang jelas kita waspada," terangnya.

Sementara pihak PT Freeport menjelaskan kasus ini membuat pihak perusahaan melakukan pembatasan perjalanan dari Tembagapura ke Timika. "Itu berlangsung peningkatan keamanan, polisi sudah menambah pengamanan. Dan tidak ada ekspatriat yang eksodus. Lokasi insiden juga jauh dari lokasi tambang sehingga kegaiatan normal," tutupnya.(ndr/iy)

Departemen ESDM: Konflik di Papua Bukan Karena Freeport

Senin, 13/07/2009 11:37 WIB

Nurseffi Dwi Wahyuni - detikNews

Jakarta - PT Freeport menjadi sasaran penyerangan. Seorang warga Australia dan satpam perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu menjadi korban. Tapi disebutkan alasan penyerangan bukan karena soal Freeport.

"Itu masalah sudah masalah nasional, bukan karena Freeport. Kerusuhan-kerusuhan di Papua tidak cuma di Freeport saja, ada di lapangan terbang, dan sebagainya. Jadi itu imbas. Kasihan saja freeport kena," kata Dirjen Mineral Batu Bara dan Panas Bumi (Minerbapapum) Bambang Setiawan di Hotel Sari Pan Pacific, di Jl Thamrin, Jakarta, Senin (13/7/2009).

Dia menjelaskan efek kejadian itu membuat ketakutan pada warga asing. "Iyalah," tambahnya.

Untuk itu, solusinya diperlukan langkah pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan Organisasi Papua Merdeka (OPM). "Tapi kalau bicara OPM itu sudah masalah sosial politik, jadi penyelesaiannya harus menyeluruh," tutupnya.(ndr/iy)

Tuesday, July 07, 2009

Xinjiang Bergolak, Warga China Perang di Internet

Xinjiang Bergolak, Warga China Perang di Internet
Dua orang Polisi berdiri di depan bangkai kendaraan yang dirusak dalam kerusuhan hari Minggu (5/7) di Urumqi, Xinjiang Uighur Autonomous Region, China, Senin (6/7). (FOTO ANTARA/REUTERS)

Shanghai (ANTARA News/Reuters) - Warga China menumpahkan kemarahan mereka secara online terhadap kerusuhan etnis di provinsi muslim Xinjiang yang setidaknya merenggut 156 nyawa namun mesti main petak umpet untuk menghindari sensor pemerintah yang berusaha menghapus pesan yang diposting dan blog-blog berisi kecaman.

Kebanyakan dari komentar itu menuntut hukuman keras terhadap mereka yang terlibat, seakan bersesuaian dengan tuduhan media massa pemerintah terhadap aktivis Uighur di pengasingan, Rebiya Kadeer, sebagai otak kerusuhan di Urumqi, Minggu.

Hampir setengah dari 20 juta penduduk provinsi Xinjiang adalah Uighur Muslim, namun mereka sudah lama mengeluhkan etnis Han China karena lebih sering diuntungkan oleh investasi dan subsidi pemerintah pusat, sementara sebagian besar rakyat beragama Islam yang lebih memiliki kesamaan bahasa dan budaya dengan Asia Tengah, merasa terpinggirkan.

Disamping Tibet, Xinjiang adalah salah satu dari wilayah China yang secara politik sangat sensitif dan di kedua wilayah itu pemerintah berupaya mengetatkan cengkeramannya dengan mengendalikan kehidupan beragama dan kebudayaan sambil menjanjikan pertumbuhan dan kemakmuran ekonomi.

"Hancurkan konspirasi, tindak tegas para penyabot, serang lebih keras lagi," demikian bunyi pesan yang diposting melalui satu blog milik seseorang yang dikenali dengan "Chang Qing" dalam portal www.sina.com.cn.

Sementara beberapa lainnya memperingatkan bahwa etnis Han, yang menjadi suku mayoritas di China, akan membalas dendam.

"Utang darah dibayar darah. Rekan-rekan sesama Han bersatulah dan bangkitlah," tulis "Jason" dalam search engine www.baidu.com.

Beberapa pihak lainnya memuja arwah Wang Zhen, jenderal China yang menghinakan dan ditakuti banyak orang Uighur karena keberingasannya saat memimpin pasukan komunis China memasuki Xinjiang pada 1949 untuk memasukkan wilayah itu ke negara baru, Republik Rakyat China.

"Camkan ini baik-baik," bunyi satu pesan yang diposting di atas kisah singkat penaklukan Wang yang diambil dari buku sejarah China.

Namun, tak sedikit orang yang berusaha memahami penderitaan orang-orang Uighur.

"Jika anggota keluargamu tidak punya hak, tidak punya kekuasaan, menghadapi diskriminasi dan ditertawakan, maka tidak hanya keluargamu yang hancur, kamu sendiri yang menanam benih-benih permusuhan," tulis "Bloody Knife".

Seseorang berinisial "zfc883919" menulis di portal Xinjiang www.tianya.cn, bahwa tidak bisa memahami mengapa polisi membiarkan begitu banyak korban mati di sana.

"Apa gerangan yang kalian kerjakan? Itu 156 jiwa manusia. Saya berharap pihak berwenang yang menangani ini benar-benar mau belajar sehingga targedi seperti ini tidak terulang."

Pihak berwenang segera mengambil langkah cepat menghapus komentar-komentar berbau kekerasan itu, terutama untuk mencegah menyebarnya kebencian etnis atau pertanyaan awam di Internet terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah di kawasan yang didominasi etnis-etnis minoritas non Han.

Banyak blog yang hanya memposting kembali artikel-artikel dari media setempat mengenai kerusuhan itu, namun pada bagian dimana pembaca diundang untuk berkomentar, tertulis, "Tidak ada komentar untuk sementara waktu ini," suatu hal yang tidak biasa di tengah populernya blog di kalangan 300 juta pengguna internet di China.

Sejumlah laman yang memposting tayangan grafis mengenai tubuh-tubuh yang habis dipukuli dan berdarah-darah, yang diambil selama atau setelah kerusuhan, juga dengan cepat dihapus. (*) COPYRIGHT © 2009

Militan Nigeria Hancurkan Fasilitas Chevron

Selasa, 7 Juli 2009 02:49 WIB | Mancanegara | Timur Tengah/Afrika | Dibaca 93 kali

Lagos (ANTARA News/AFP) - Militan Nigeria menyatakan telah menghancurkan sebuah fasilitas strategis milik perusahaan minyak AS Chevron beberapa jam setelah mereka mengklaim melakukan serangan terhadap perusahaan minyak Inggris-Belanda Shell.

"Manipol (pipa bermulut banyak) strategis Okan yang mengendalikan sekitar 80 persen minyak mentah lepas pantai Chevron Nigeria Limited ke BOP Crude Loading Platform diledakkan sekitar pukul 20.45 Minggu, 5 Juni 2009," kata Gerakan bagi Emansipasi Delta Niger (MEND) dalam sebuah pernyataan.

Chevron belum bisa dihubungi untuk diminta komentar mereka mengenai serangan itu, yang dilakukan setelah serangan serupa terhadap fasilitas Shell di kawasan bergolak Delta Niger.

MEND mengatakan, mereka melancarkan itu untuk memberi pelajaran kepada Nigeria dan satuan tugas militer khususnya (JTF) di wilayah itu.

"Selama pemerintah Nigeria dan militer JTF melakukan penculikan dan serangan pembakaran terhadap penduduk dan individu tak berdosa, Musa akan berperang untuk mereka," katanya.

Kelompok itu menuntut pembebasan seorang penguasa adat yang menurut mereka diculik oleh militer.

"Kami menuntut raja yang diculik yang masih ditahan secara ilegal oleh JTF segera dibebaskan atau dituntut ke sebuah pengadilan hukum yang berwenang," katanya.

Serangan Senin itu terjadi beberapa jam setelah MEND menghancurkan "bagian depan sumur minyak Shell di Cawthorn Channel 1" yang berhubungan dengan terminal pengisian Bonny di negara bagian Rivers.

MEND hari Sabtu berjanji menggagalkan proyek pipa gas trans-Sahara bernilai 10 milyar dolar yang menghubungkan cadangan gas besar di Nigeria dengan Eropa.

Jumat, tiga negara Afrika -- Aljazair, Niger dan Nigeria -- menandatangani sebuah perjanjian di Abuja untuk membangun pipa saluran lebih dari 4.000 kilometer yang menyalurkan gas untuk pasar Eropa dari Delta Niger di Nigeria, melalui Niger dan Aljasair.

Belum ada tanggal yang ditetapkan bagi dimulainya proyek pembangunan itu, namun pengiriman pertama gas dijadwalkan dilakukan pada 2015.

MEND mendesak semua perusahaan minyak yang masih beroperasi di Delta Niger segera pergi, dengan mengancam melancarkan serangan-serangan baru.

MEND, yang mencapai ketenaran pada Desember 2005, bertanggung jawab atas serangkaian serangan terhadap perusahaan-perusahaan minyak besar yang mencakup Shell, Chevron dan kelompok perusahaan Italia Agip.

Delta Niger sejak 2006 dilanda kerusuhan oleh kelompok-kelompok bersenjata yang menyatakan berjuang untuk pembagian lebih besar dari kekayaan minyak di kawasan itu bagi penduduk setempat.

Kerusuhan itu telah menurunkan ekspor minyak Nigeria menjadi 1,8 juta barel per hari, dari 2,6 juta barel tiga setengah tahun lalu.

Kelompok MEND, yang bulan Juni mengumumkan "perang minyak habis-habisan" yang bertujuan menghentikan produksi, mengakhiri gencatan senjata pada 31 Januari setelah serangan militer terhadap salah satu kamp mereka di Delta Niger, dan memperingatkan mengenai serangan besar-besaran terhadap industri minyak.

MEND mengumumkan gencatan senjata pada September namun berulang kali mengancam akan memulai lagi serangan jika "diprovokasi" oleh militer Nigeria.

Militer Nigeria memulai ofensif terbesar dalam beberapa tahun ini pada pertengahan Mei, dengan membom kamp-kamp militan di sekitar Warri di negara bagian Delta dari udara dan laut dan mengirim tiga batalyon pasukan untuk menumpas pemberontak yang diyakini telah melarikan diri ke daerah-daerah sekitar.

Militer menyatakan tidak bisa berpangku tangan lagi setelah serangan-serangan terhadap pasukan, pemboman pipa minyak dan pembajakan kapal minyak, yang semuanya membuat Nigeria gagal mencapai produksi penuhnya selama beberapa tahun ini.

Geng-geng kriminal juga memanfaatkan keadaan kacau dalam penegakan hukum dan ketertiban di wilayah itu. Lebih dari 200 warga asing diculik di kawasan delta tersebut dalam dua tahun terakhir. Hampir semuanya dari orang-orang itu dibebaskan tanpa cedera.

Nigeria adalah produsen minyak terbesar Afrika namun posisi tersebut kemudian digantikan oleh Angola pada April tahun lalu, menurut Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).(*)

COPYRIGHT © 2009

Korban Tewas Kerusuhan di Xinjiang Naik Jadi 156


Beijing (ANTARA News/AFP) - Jumlah kematian akibat kekerasan etnik di daerah Xinjiang, China baratlaut, naik menjadi 156, dan kerusuhan meluas ke kota Kashgar, dimana polisi membubarkan sekitar 200 orang yang berusaha berkumpul, kata media pemerintah, Selasa.

Pemrotes yang marah dari minoritas Uighur turun ke jalan-jalan di ibukota wilayah itu, Urumqi, Minggu, dengan membakar dan menghancurkan kendaraan serta pertokoan, dan bentrok dengan polisi antihuru-hara.

Lebih dari 700 orang ditangkap karena dituduh berperan dalam kekerasan itu, kata kantor berita resmi Xinhua, namun penduduk setempat mengatakan kepada Reuters bahwa polsi melakukan operasi membabi-buta di daerah-daerah Uighur.

Lebih dari 20.000 polisi khusus dan bersenjata, pasukan dan pemadam kebakaran dikerahkan dalam penumpasan kekerasan di Urumqi, namun meski pengamanan diperketat, kerusuhan tampaknya meluas di wilayah bergolak itu.

Sekitar 200 orang yang "berusaha berkumpul" di masjid Id Kah di pusat kota Silk Road Kashgar dibubarkan oleh polisi pada Senin petang, kata Xinhua.

Polisi juga memperoleh "petunjuk" mengenai upaya-upaya untuk mengatur lagi kerusuhan di kota Aksu dan prefektur Yili, sebuah daerah perbatasan yang dilanda kerusuhan etnik pada akhir 1990-an.

Bersama-sama Tibet, Xinjiang merupakan salah satu kawasan paling rawan politik dan di kedua wilayah itu, pemerintah China berusaha mengendalikan kehidupan beragama dan kebudayaan sambil menjanjikan petumbuhan ekonomi dan kemakmuran.

Namun, penduduk minoritas telah lama mengeluhkan bahwa orang China Han mengeruk sebagian besar keuntungan dari subsidi pemerintah, sambil membuat warga setempat merasa seperti orang luar di negeri mereka sendiri.

Beijing mengatakan bahwa kerusuhan itu, yang paling buruk di kawasan tersebut dalam beberapa tahun ini, merupakan pekerjaan dari kelompok-kelompok separatis di luar negeri, yang ingin menciptakan wilayah merdeka bagi minoritas muslim Uighur.

Kelompok-kelompok itu membantah mengatur kekerasan tersebut dan mengatakan, kerusuhan itu merupakan hasil dari amarah yang menumpuk terhadap kebijakan pemerintah dan dominasi ekonomi China Han.(*)

COPYRIGHT © 2009

Monday, July 06, 2009

Honduras Rusuh Setelah Presiden Terguling Batal Pulang

Honduras Rusuh Setelah Presiden Terguling Batal Pulang
Pendukung presiden Honduras yang digulingkan, Manuel Zelaya, berteriak di depan kantor OAS di Tegucigalpa (2/7/2009). (ANTARA/Reuters/Henry Romero)

Tegucigalpa (ANTARA News) - Beberapa kendaraan militer menghalangi landasan pacu di Bandara ibukota Honduras guna mencegah pendaratan pesawat yang membawa presiden terguling Manuel Zelaya.

AFP mengutip keterangan polisi yang menyatakan bahwa bentrok tentara dengan pendukung Zelaya telah menyebabkan dua tewas.

Zelaya berusaha pulang ke negaranya satu pekan setelah ia digulingkan. Sementara itu, ketegangan mencapai titik tertinggi, saat puluhan ribu pendukungnya berkumpul di bandar udara yang dijaga ketat oleh militer.

Tak lama setelah itu, pesawatnya mendarat di Nikaragua, kata beberapa pejabat El Salvador. Mereka menambahkan ia belakangan dijadwalkan tiba di San Salvador.

Tentara menembakkan gas air mata dan menembaki pemrotes yang marah dan berusaha memasuki bandar udara sehingga menewaskan dua orang dan dan melukai dua lainnya, kata polisi.

Dalam puncak ketegangan yang dramatis pada hari itu, sedikit-dikitnya setengah lusin kendaraan militer dari kesatuan militer yang sama dengan yang mengirim Zelaya --yang hanya memakai piyama satu pekan sebelumnya-- menghalangi landasan pacu sewaktu pesawat Zelaya berputar di atasnya.

Zelaya berbicara langsung dari pesawat dengan stasiun televisi Venezuela, Telesur, yang disiarkan oleh CNN dalam bahasa Spanyol.

"Saya akan melakukan apa saja yang dapat saya kerjakan," kata Zelaya. "Kalau saja saya memiliki parasut, saya akan segera melompat ke luar pesawat ini."

Zelaya mengatakan akan menyampaikan pencelaan situasi di Honduras kepada mayarakat internasional.

"Mulai besok tanggung jawab akan jatuh pada negara besar, terutama Amerika Serikat," kata Zelaya.

Zelaya dijadwalkan bergabung dengan presiden Argentina, Ekuador dan Paraguay, yang tak lama sebelumnya mendarat di El Salvador, demikian keterangan pers setempat, bersama dengan pemimpin Organisasi Negara Amerika (OAS) Jose Miguel Insulza.

OAS, organisasi pan-Amerika, menskors Honduras dalam satu sidang darurat pada malam sebelumnya, setelah para pemimpin sementara di negeri itu menolak untuk memulihkan kekuasaan Zelaya.

Pemimpin sementara Roberto Micheletti menambah ketegangan Ahad, dengan menuduh tentara Nikaragua mulai bergerak ke arah perbatasan bersama kedua negara, pernyataan yang segera dibantah oleh militer Nikaragua.

"Kami telah diberitahu bahwa di sektor Nikaragua, sebagian tentara mulai bergerak ke arah perbatasan," kata Micheletti dalam satu taklimat melalui televisi.

Di Managua, Jenderal Adolfor Zepada dari Nikaragua balas menyerang bahwa informasi tersebut "sepenuhnya palsu".

Di tengah meningkatnya pengucilan internasional, para pemimpin sementara di Honduras juga mengatakan mereka telah mengajukan tawaran bagi dialog dengan "kepercayaan yang baik" dengan OAS, setelah mereka sebelumnya mengatakan mereka keluar dari badan tersebut sebelah diskors.

Namun Micheletti juga mengatakan tak satu pihak pun dapat menekan dia, dan ia tetap berkeras ia telah memangku jabatan dalam pergantian yang sesuai dengan undang-undang dasar.

OAS menskors Honduras, Sabtu larut malam, dalam tindakan pertama semacam itu sejak organisasi regional tersebut mengucilkan Kuba pada 1962.(*)

Friday, July 03, 2009

Separatisme, Polisi Kontak Senjata di Papua, 1 Ditangkap

Jumat, 03/07/2009 15:05 WIB
Didit Tri Kertapati - detikNews



Jakarta
- Kepolisian kembali menindak aksi separatisme di Papua. Di Kabupaten Yapen Waropen, Kamis 2 Juni kemarin, polisi berhasil menangkap seorang separatis, Mataenal, setelah terlibat kontak senjata.

"Berhasil ditangkap kelompoknya Erik Manatory, tertangkap Mataenal," kata Kapolri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (3/6/2009).

Bambang Hendarso menjelaskan, Mataenal ditangkap beserta senjata dan amunisi di tangan. "Dengan 4 senjata dan peluru serta dokumen pada waktu mau menduduki bandara Kaisepo," tuturnya.

Bambang Hendarso mengungkapkan, pihaknya juga sempat menembak salah satu anggota separatis. Namun sayang, korban sempat dibawa oleh kelompoknya.

Mendekati Pilpres yang tinggal 5 hari lagi, Bambang Hendarso mengatakan pihaknya akan meningkatkan pengamanan di daerah yang sempat diwarnai gejolak saat Pileg 9 April lalu.

"Ke depan kita akan gelar suatu kegiatan operasi kepolisian agar anggota kita dan masyarakat tentram di sana," ujarnya.(lrn/gah)

Thursday, July 02, 2009

Zelaya Tetapkan Tanggal Kepulangan

Zelaya Tetapkan Tanggal Kepulangan
Manuel Zelaya (REUTERS/Yuri Gripas)

Tegucigalpa (ANTARA News) - Presiden terguling Honduras Manuel Zelaya, Rabu, mengatakan, telah menjadwal-ulang kepulangannya ke Honduras pekan ini, setelah berakhirnya ultimatum 72 jam yang dikeluarkan Organisasi Negara Amerika (OAS) agar memulihkan kekuasaannya.

"Kami akan menunggu 72 jam guna melanjutkan proses ini mengingat ultimatum OAS," kata Zelaya kepada wartawan Rabu, sehari sebelum ia dijadwalkan bertolak ke negara asalnya untuk pertama kali sejak digulingkan dalam kudeta Ahad (28/6).

Zelaya, yang berada di Panama bagi pelantikan jutawan konservatif Ricardo Martinelli sebagai presiden baru di negeri tersebut, mengatakan kendati diancam akan ditangkap, ia akan pulang untuk meminta kembali jabatannya.

"Kepulangan saya ke Honduras dijadwalkan akhir pekan," kata Zelaya di Kota Panama, tanpa menetapkan harinya.

Pernyataannya seperti dilaporkan AFP disampaikan di tengah peningkatan tekanan internasional agar jabatan Zelaya dipulihkan.

OAS, dalam satu komunike, Rabu, mengatakan Honduras menghadapi risiko diskors dari organisasi itu kalau tak memulihkan jabatan Zelaya, salah satu dari beberapa tindakan oleh organisasi dan pemerintah asing yang menekan negeri tersebut.

Pentagon, Rabu, menghentikan semua kegiatan militer dengan Tegucigalpa sampai pemberitahuan lebih lanjut, dan menyatakan pemerintah di Washington --tempat Zelaya bertemu dengan para pejabat AS-- untuk saat ini "menilai situasi".

Bank Dunia menyatakan akan menghentikan semua pinjaman dan bantuan kepada Honduras, yang bernilai 400 juta dolar AS "sampai ada penyelesaian krisis saat ini".

Lembaga lain keuangan, termasuk bank regional, juga telah memerintahkan pembekuan pinjaman dan pembayaran kepada negara miskin itu.

Sementara itu, negara Uni Eropa sepakat untuk tak melakukan kontak dengan para pemimpin pasca-kudeta di Honduras, sementara Prancis dan Spanyol menarik duta besar mereka.

Berbagai organisasi internasional menyatakan mereka menunggu hasil tindakan OAS Rabu, setelah sidang majelis umum menginstruksikan Sekretaris Jenderal Jose Miguel Insulza melakukan upaya diplomatik selama tiga hari ke depan yang akan menghasilkan pemulihan jabatan Zelaya.

Jika semua tindakan tersebut tak memberi hasil, Honduras akan dilarang menghadiri pertemuan OAS sejalan dengan piagam kelompok itu, demikian antara lain isi komunike OAS.

Ketegangan telah merebak di Honduras sejak Zelaya digulingkan dalam kudeta dukungan militer pada Ahad dan segera diterbangkan ke luar negeri tersebut. Kudeta itu adalah yang pertama di negara pengekspor kopi dan pisang tersebut dalam lebih dari 20 tahun.

Zelaya, yang terpilih pada 2005 untuk memangku jabatan selama empat tahun yang tak dapat diperpanjang, mengadakan pembicaraan di Washington, Rabu, dengan para pejabat AS mengenai pemulihan jabatan presidennya di negara Amerika Tengah, yang memiliki 7,5 juta warga. (*)

COPYRIGHT © 2009

OAS Beri Waktu 72 Jam Bagi Pemulihan Kekuasaan Presiden Honduras

OAS Beri Waktu 72 Jam Bagi Pemulihan Kekuasaan Presiden Honduras
Presiden terguling Honduras President Manuel Zelaya (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Organization of American States (OAS) Jose Miguel Insulza pada akhir sidang umum di Washington 1 Juli 2009. (REUTERS/Yuri Gripas)

Washington (ANTARA News/AFP) - Organisasi Negara Amerika (OAS) hari Rabu memberi Honduras waktu 72 jam bagi pemulihan kembali kekuasaan Presiden Manuel Zelaya atau menghadapi pembekuan keanggotaan dalam kelompok tersebut, menjelang pembicaraan yang direncanakan antara presiden terguling itu dengan para pejabat AS di Washington.

Majelis umum organisasi itu memerintahkan Sekretaris Jendral OAS Jose Miguel Insulza mengambil "prakarsa-prakarsa diplomatik yang bertujuan... mengukuhkan kembali kekuasaan Presiden Jose Manuel Zelaya Rosales" dalam tiga hari mendatang.

Jika upaya-upaya ini gagal, maka Honduras akan dilarang menjadi anggota OAS, sesuai dengan piagam organisasi itu, kata kelompok itu dalam sebuah komunike.

Ketegangan berkobar di Honduras sejak Zelaya digulingkan dalam kudeta dukungan militer pada Minggu dan segera diterbangkan keluar dari negara tersebut. Kudeta itu merupakan yang pertama di negara eksportir utama pisang dan kopi itu dalam waktu lebih dari 20 tahun.

OAS menyatakan, mereka "sangat khawatir atas krisis politik di Republik Honduras akibat kudeta tersebut", yang menurut organisasi itu "telah menghasilkan perubahan tatanan demokrasi yang tidak konstitusional".

Zelaya, yang terpilih pada 2005 untuk masa jabatan empat tahun yang tidak bisa diperbarui, dijadwalkan mengadakan pembicaraan di Washington pada Rabu dengan para pejabat AS, sehari menjelang rencananya kembali ke negaranya yang berpenduduk 7,5 juta jiwa.

Pertemuannya di ibukota AS itu dilakukan ketika semakin banyak negara menarik duta besar mereka dari Tegucigalpa. Spanyol adalah negara terakhir yang memanggil pulang duta besarnya dari negara Amerika Tengah itu.

Protes meletus Selasa pada hari kedua berturut-turut di Tegucigalpa, ibukota Honduras, dan penyerang yang tidak dikenal melemparkan sebuah granat yang gagal meledak ke arah Mahkamah Agung.

Zelaya telah berjanji kembali ke Honduras pada Kamis dengan didampingi para pemimpin OAS dan Presiden Argentina Cristina Kirchner.

Namun, banyak pihak khawatir kepulangannya itu akan menyulut bentrokan lebih lanjut antara para pendukung dan penentangnya.

Jaksa Agung Luis Alberto Rubi telah memperingatkan bahwa Zelaya akan "segera" ditangkap jika ia kembali ke Honduras, dimana ia akan menghadapi tuduhan yang mencakup "pengkhianatan" dan "pelanggaran kekuasaan".

Selasa, Zelaya menyatakan tidak akan mengupayakan masa jabatan kedua, yang berarti membatalkan rencananya untuk berusaha mencalonkan diri lagi pada pemilihan umum November yang telah menyulut krisis tersebut.

"Jika ditawari kemungkinan tetap berkuasa (untuk masa jabatan kedua), saya tidak akan menerimanya," katanya pada jumpa pers di New York.

"Saya akan melaksanakan kewajiban saya sampai 27 Januari," tambahnya.

Sejak kudeta pada Minggu, Honduras semakin terkucil dan sejumlah negara Amerika Latin memanggil duta besar mereka untuk melakukan pembahasan.

Zelaya, yang terpilih pada 2006 untuk masa jabatan empat tahun yang tidak bisa diperbarui, ditangkap pada Minggu ketika ia berencana mengadakan pemungutan suara untuk meminta rakyat Honduras menyetujui referendum yang akan datang mengenai pemilihan dirinya lagi sebagai presiden setelah masa jabatannya berakhir pada Januari.

Referendum yang direncanakan Zelaya itu telah dianggap ilegal oleh pengadilan tinggi negara itu dan ditentang oleh militer, namun presiden tersebut mengatakan bahwa ia akan terus maju dengan rencana itu dan kotak-kotak suara sudah didistribusikan.

Ia adalah orang terakhir dalam daftar panjang pemimpin Amerika Latin yang mencakup Presiden Venezuela Hugo Chavez yang mengupayakan perubahan konstitusi untuk memperluas kekuasaan presiden dan memperpanjang masa jabatan.(*)

COPYRIGHT © 2009

Wednesday, July 01, 2009

Ekuador Keluarkan Surat Penangkapan Bekas Menhan Kolombia


Quito (ANTARA News/AFP) - Seorang hakim Ekuador telah mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi seorang bekas menteri pertahanan Kolombia karena serangan mematikan yang ia perintahkan terhadap pemberontak sayap kiri di Ekuador, media setempat melaporkan.

Serangan militer itu, yang diperintahkan oleh Juan Manuel Santos ketika ia menjabat menteri pertahanan, menewaskan 25 pemberontak Pasukan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) yang beroperasi di Ekuador, termasuk orang nomer dua FARC Raul Reyes.

Seorang warga Ekuador juga termasuk di antara mereka yang tewas.

Serangan lintas perbatasan itu dikecam pada waktu itu oleh Ekuador sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan negara itu dan meningkatkan perselisihan diplomatik antara kedua tetangga Amerika itu.

Hakim Daniel Mendez, yang memimpin penyelidikan terhadap serangan itu, mengeluarkan surat perintah penangkapan Senin, tapi beberapa pakar mengatakan putusan hakim itu hanya memiliki sedikit kesempatan untuk dieksekusi.

Di Bogota, Menteri dalam Negeri Kolombia Fabio Valencia menolak surat perintah penangkapan itu, dengan mengatakan hakim tersebut telah melewati wewenangnya.

Dengan membela serangan itu, ia mengatakan: "Kami bertindak terhadap terorisme itulah yang sudah kami lakukan dan apa yang negara lain akan lakukan".

Ekuador telah mengumumkan keinginanya untuk meneruskan kasus melawan Kolombia itu ke hadapan Komisi antar-Amerika mengenai Hak Asasi Manusia.

Menurut surat kabar harian Ekuador El Commercio, Santos dicari karena membunuh dan melanggar keamanan dalam negeri Ekuador.

Ia belum lama ini mengundurkan diri dari jabatannya sebagai menteri pertahaan dalam upaya untuk mengejar kemungkinan mencalonkan diri dalam pemilihan presiden.

Tokoh berusia 57 tahun itu juga bertanggungjawab atas operasi militer Juli lalu yang membebaskan warga Prancis-Kolombia Ingrid Betancourt dan 14 sandera lainnya dari pemberontak FARC yang menahan mereka di tengah hutan Kolombia.(*)

COPYRIGHT © 2009

Tuesday, June 30, 2009

Bentrokan Berkecamuk di Ibukota Honduras, Sebagian Cedera

Bentrokan Berkecamuk di Ibukota Honduras, Sebagian Cedera
(ANTARA/Lukisatrio)

Tegucigalpa, Honduras (ANTARA News/AFP) - Bentrokan berkecamuk Senin antara tentara Honduras dan demonstran yang memprotes penggulingan Presiden Manuel Zelaya, sehingga beberapa orang cedera, kata seorang juru kamera AFP.

"Ada polisi anti-huru-hara, polisi melakukan penindasan ... terdengar suara tembakan. Ada beberapa orang yang cedera," kata juru kamera tersebut.

Tayangan televisi memperlihatkan pengunjuk rasa sedang melemparkan batu ke arah polisi, yang membalas dengan tembakan gas air mata.

Zelaya digulingkan dari jabatan oleh militer Honduras pada Ahad dan segera dikirim ke Kosta Rika, sehingga menyulut kecaman internasional serta seruan agar jabatannya dipulihkan.

Tekanan internasional meningkat terhadap Honduras, Senin, agar memulihkan jabatan Presiden Manuel Zelaya, sementara demonstran membangkang terhadap larangan keluar rumah guna memprotes penggulingannya oleh militer negeri itu.

Presiden AS Barack Obama mengatakan Amerika Serikat percaya Zelaya "tetap menjadi Presiden Honduras", sehari setelah tentara membawa pergi presiden yang berusia 57 tahun tersebut dengan hanya memakai piyama dan mengirim dia ke pengasingan di Kosta Rika.

Obama mengatakan kudeta di negara Amerika Tengah itu "tidak sah" dan menyerukan kerja sama internasional guna menyelesaikan krisis tersebut secara damai.

Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengatakan "prioritas jangka pendek masyarakat internasional ialah memulihkan tatanan penuh demokratis dan konstitusional di negeri itu".

Hanya beberapa jam setelah Zelaya digulingkan, Kongres Honduras mengambil sumpah ketuanya, Roberto Micheletti, sebagai Presiden sementara sampai Januari 2010.

Dalam salah satu tindakan peramanya, Micheletti memberlakukan larangan keluar rumah selama 48 jam di ibukota negeri tersebut dan berkeras ia telah memangku jabatan melalui proses hukum. Ia juga mulai mengangkat anggota kabinetnya pada Senin.

Namun Zelaya telah mengatakan ia "tetap menjadi pemimpin terpilih" dan sejumlah pemuda, yang memakai penutup kepala guna menutupi muka mereka, memprotes di ibukota Honduras, Tegucigalpa, Senin. Suara tembakan telah terdengar di kota itu Ahad larut malam.

"Presiden Mel adalah satu-satunya," kata Joseph, yang membawa potongan besi, dan menggunakan nama panggilan Zelaya.

"Itu adalah kudeta, Mel Zelaya tak meletakkan jabatan," kata Amilcar Umanzo, yang sependapat dengan Joseph dan memegang panduan hak asasi manusia. "Klas ekonomi dan politik bersatu guna menggulingkan presiden konstitusional," tambahnya.

Penggulingan Zelaya dipicu oleh percekcokan dengan militer dan lembaga hukum mengenai upayanya untuk mengubah undang-undang dasar guna memungkinkan dia mencalonkan diri lagi untuk masa jabatan kedua dalam pemilihan umum November.

Zelaya, yang terpilih untuk masa jabatan empat tahun tanpa perpanjangan pada 2005, sebelumnya berencana meminta rakyat Honduras, Ahad, memberi suara dalam referendum mengenai perubahan undang-undang dasar.

Namun referendum itu telah diputuskan tidak sah oleh pengadilan tinggi Honduras dan ditentang oleh militer.(*)

COPYRIGHT © 2009

Saturday, June 27, 2009

Polisi dan Pemberontak Kontak Senjata di Thailand, Tiga Tewas

Sabtu, 27/06/2009 19:42 WIB
Anwar Khumaini - detikNews

Foto: AFP











Yala - Pemberontak di Thailand melakukan kontak senjata dengan kepolisian setempat. Akibat kontak senjata ini, seorang polisi, tentara dan satu pemberontak tewas.

Seperti dilansir bbc.com, Sabtu (27/6/2009), insiden saling tembak ini terjadi di sebuah rumah di Provinsi Yala, Thailand.

Seorang polisi, satu tentara dan satu pemberontak tewas," kata juru bicara pemerintah setempat.

Peristiwa ini bermula saat tiba-tiba ada dua orang bersenjata tak dikenal mendatangi markas kepolisian dan langsung menembakkan pistolnya. Polisi pun membalas tembakan tersebut sehingga terjadilah insiden saling tembak menembak.

Dalam lima tahun terakhir, lebih dari 3.500 orang tewas akibat bentrok antara pasukan keamanan dan para pemberontak di Thailand. Sementara dalam Juni 2009 ini saja, sedikitnya 40 orang tewas dan 60 orang luka-luka akibat bentrokan yang sama.

(anw/anw)

Friday, June 26, 2009

AS Kirim Senjata ke Somalia

Mogadishu (ANTARA News/Reuters) - Washington mengirim senjata-senjata ke pemerintah Somalia setelah satu persetujuan dari Dewan Keamanan PBB untuk mencegah kelompok gerilyawan yang tampaknya sebagai wakil Al Qaida menguasai negara Tanduk Afrika itu, kata sumber-sumber, Kamis.

Ketika seorang pemimpin Islam yang moderat dipilih sebagai presiden Januari lalu, ada harapan ia dapat mengakhiri hampir dua dasawarsa pertumpahan darah di Somalia dengan mendamaikan kelompok-kelompok garis keras yang ingin memberlakukan hukum Islam di seluruh negara itu.

Tetapi Osama bin Laden mengumumkan dalam satu rekaman video yang disiarkan Maret bahwa Presiden Sheikh Sharif Ahmed adalah musuh. Ia menyerukan warga Muslim di seluruh dunia untuk membantu perang suci mereka menggulingkan pemerintah itu.

Surat kabar Washington Post, Kamis memberitakan senjata-senjata dan amunisi telah dikirim kepada pemerintah itu dalam satu tindakan yang menandakan pemerintah Presiden Barack Obama ingin menumpas kelompok garis keras.

"Itu telah dikonfirmasikan. Mereka mendapat persetujuan dari Dewan Keamanan PBB," kata satu sumber keamanan internasional.

Walaupun ada embargo senjata PBB terhadap Somalia, sumber itu mengatakan Dewan Keamanan menyetujui satu prosedur khusus untuk senjata baru dan amunisi.

Satu sumber keamanan lainnya mengatakan senjata-senjata itu masuk ke Somalia untuk pemerintah melalui Uganda, yang menyumbang separuh dari 4.300 tentara Uni Afrika yang melindungi tempat-tempat penting di Mogadishu.

Sementara itu kelompok Al Shabaab, yang didalamnya terdapat para petempur asing dan dituduh punya hubungan dekat dengan Al Qaida, meningkatkan serangannya awal Mei. Kelompok itu kini menguasai sebagian besar wilayah Somalia selatan dan semua kecuali beberapa blok ibukota Mogadishu.

Pada hari Kamis, para gerilyawan menggunakan pisau untuk memotong sebuah tangan dan satu kaki masing-masing dari empat orang muda di Mogadishu sebagai hukuman karena mencuri, kata para saksi mata.

Al Shabaab melarang bioskop dan sepakbola di daerah-daerah yang dikuasainya sementara pria dan wanita tidak dapat berpergian bersama di angkutan umum.

Praktek-praktek keras Al Shabaab mengejutkan banyak warga Somalia, yang secara tradisional adalah Muslim moderat, walaupun penduduk memberikan kepercayaan kepada kelompok itu untuk memulihkan ketertiban di daerah-daerah yang mereka kuasai.

Pemerintah-pemerintah Barat dan sejumlah tetangga Somalia kuatir bahwa jika kelompok itu berhasil menggulingkan pemerintah, maka negara tersebut nantinya akan digunakan sebagai satu pangkalan untuk menggoyahkan tetangga-tetangga.

Pemerintah telah melakukan serangkaian serangan bulan ini untuk mengusir gerilyawan keluar dari Mogadishu. Tetapi tindakan itu tidak mengalami kemajuan dan Mogadishu mengandalkan pasukan Uni Afrika dari Uganda dan Burundi untuk menjaga istana presiden bandara dan pelabuhan laut.

Menteri keamanan Somalia, kepala kepolisian Mogadishu dan seorang anggota parlemen semuanya tewas bulan ini. Para gerilyawan menggunakan pembom mobil bunuh diri di pinggir jalan dan sumber-sumber keamanan mengatakan bom-bom di pinggir jalan mereka lebih canggih.

Pemerintah mengumumkan keadaan darurat.

Terakhir kelompok Islam itu menguasai Mogadishu tahun 2006. Pasukan Ethiopia melakukan intervensi mengusir mereka dari ibukota itu tetapi tindakan itu malahan memicu pemberontakan yang masih terus berlangsung sampai sekarang.

PM Ethiopia Meles Zenawi tidak mengesampingkan akan mengirim pasukan kembali ke Somalia jika situasi memburuk, tetapi mengatakan tidak ada rencana intervensi sepihak sekarang.

Ia juga mengemukakan dalam satu jumpa wartawan bahwa ia yakin pemerintah akan dapat melawan serangan dari Al Shabaab dan sekutunya Hizbul Islam.(*)

Monday, June 08, 2009

Bandara Kaisepo, Direbut Pemimpin OPM Sengaja Tidak Dikejar

Senin, 08/06/2009 17:39 WIB

Didit Tri Kertapati - detikNews

Jakarta - Anggota Polri berhasil merebut kembali bandara perintis Kaisepo, Mamberano, Papua, dari tangan kelompok OPM. Namun mantan anggota TNI AD yang memimpin aksi pendudukan tersebut berhasil melarikan diri dan untuk sementara sengaja tidak dikejar.

"Mereka lari ke perkampungan. Anggota sengaja tidak mengejar untuk menghindari warga yang tidak tahu apa-apa malah menjadi korban," tutur Kadiv Humas Mabes Polrin Irjen Pol Abubakar Nataprawira, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, Senin (8/6/2009).

Dia membenarkan pemimpin aksi pendudukan bandara perintis Kaisepo adalah mantan anggota TNI. Menurut informasi namanya adalah Beko Imbiri, desersi dari satuan Yon 751 dengan pangkat terakhir prajurit satu (pratu).

Bandara perintis Kaisepo berhasil direbut sejak 4 Juni lalu. Personel Polri yang datang dari arah danau Kaisepo sempat terlibat kontak senjata dengan pihak OPM. Dua anggota OPM tewas dan yang tersisa lalu melarikan diri ke arah perkampungan warga di sekitar bandara.

Barang bukti yang berhasil diamankan dari lokasi kejadian terdiri dari senjata tajam, senjata api rakitan dan anak panah. Namun seorang tenaga medis yang ditugaskan Bupati Mamberano sebagai juru runding dengan pihak OPM hingga kini belum berhasil ditemukan.

Uniknya dalam operasi perebutan kembali itu polisi juga mengamankan seorang wanita bernama Nela Yaseram. Warga melaporkan wanita tersebut karena dinilai menyebarkan ajaran agama sesat.

"Empat anggota Polri luka terkena panah. Kini warga sekitar bandara sudah bisa beraktivitas normal seperti biasa," imbuh Abubakar.(lh/nrl)

Saturday, May 30, 2009

Kelompok Bersenjata Muncul di Tanah Hitam

Ancaman Keamanan Papua
Kelompok Bersenjata Muncul di Tanah Hitam
Diduga aksi kelompok bersenjata itu untuk ganggu pemilihan presiden.
Selasa, 26 Mei 2009, 16:46 WIB
Siswanto
Bentrok di Mimika, Papua (Antara/ M Yamin Gel)

VIVAnews – Kelompok bersenjata yang biasa beroperasi di daerah Wutung yang terletak di perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini atau Papua Guinea Baru, kembali membuat geger.

Tadi malam kelompok yang diduga dipimpin Mathias Wenda muncul di Bukti Tanah Hitam Jayapura. Mereka mengeluarkan tembakan dua kali di sana sebelum lari masuk hutan dan gunung karena diburu aparat keamanan.

Tembakan itu diduga sebagai aksi teror agar polisi tidak lagi mengejar mereka.

Pasukan yang dipimpin Kepala Polisi Resort Jaya Pura, AKBP Robert Djoenso memimpin lansung pengejaran kawanan bersenjata api itu. Mereka menyisir bukit dan gunung di Tanah Hitam.

Setelah kelompok itu muncul, warga kampung setempat melakukan penjagaan di daerahnya.

Tadi siang, Kepala Polisi Daerah Papua, Inspektur Jenderal Bagus Ekodanto, aparat keamanan akan terus mengejar mereka.

Ekodanto menduga motivasi aksi kepompok itu untuk mengganggu persiapan pemilihan presiden 2009 karena aksi serupa pernah dilakukan pada pemilihan sebelumnya.


Laporan: Banjir Ambarita | Papua

• VIVAnews

"Mengherankan, OPM Kok di Kota"

Rusuh di Papua "Mengherankan, OPM Kok di Kota"

Yang tak kalah mengherankan, senjata yang digunakan kelompok bersenjata tergolong canggih।

Kamis, 28 Mei 2009, 16:41 WIB
Elin Yunita Kristanti
Bentrok di Mimika, Papua (Antara/ M Yamin Gel)

VIVAnews - Wakil Gubernur Provinsi Papua, Alex Hasegem mengaku heran dengan kejadian rusuh di Papua. Alex heran karena kelompok yang diduga Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) sudah merambah di kota-kota.

"Saya heran kok OPM bergerak di pinggir-pinggir kota, seperti kontak senjata yang terjadi di Tanah Hitam dan penembakan kediaman kantor Bupati Puncak Jaya, setahu saya pergerakan OPM hanya di hutan-hutan dan daerah perbatasan antar negara, dengan cara bergerilya," kata dia, Kamis 26 Mei 2009.

Yang lebih mengherankan, tambah dia, kelompok yang dituding OPM dan masuk kota itu menggunakan senjata yang tergolongan sangat canggih dalam melakukan aksi teror. "Masa senjatanya canggih-canggih, saya benar-benar heran," tambah dia.

Menurut Alex, kasus-kasus yang terjadi selama ini sebenarnya sifatnya masih kriminal. Namun, karena pelakunya sudah menggunakan senjata api yang modern, tentu ini harus menjadi perhatian serius dari aparat keamanan. "Jika ada gerakan masyarakat menggunakan senjata, harus dihadapi juga dengan senjata," tambah dia.

Dia mendesak aparat keamanan baik itu Polisi maupun TNI segera menghentikan aksi-aksi kelompok itu secepatnya, jangan sampai rakyat yang tidak berdosa yang yang tidak tahu apa-apa menjadi korban.

Sebelumnya, Mantan Menteri Luar Negeri Organisasi Papua Merdeka, Nicolas Messet, meminta semua pihak tidak mudah mengambing hitamkan kelompok OPM sebagai otak dari semua kerusuhan yang terjadi di Papua sejak pemilih legislatif 2009.

Sebab, indikasi semua kejadian kerusuhan itu direkayasa mulai terkuak. Dimana ada sekelompok orang yang memperalat orang Papua untuk melakukan tindakan-tindakan dengan imbalan Rp 50 ribu per orang,” kata Messet ketika menghadiri HUT Kodam 17 Cenderawasih, Jayapura, Kamis siang.

Messet adalah orang yang mengenal betul karakter OPM. Messet kini kembali ke NKRI. Dia lama bermukim di Belanda dan Papua Nugini. Menurut Messet, OPM tidak mungkin masuk kota karena mereka berada di hutan dan sekarang juga mulai banyak yang sadar untuk kembali ke NKRI.

Laporan: Banjir Ambarita|Papua

Pengibaran Bendera Bintang Kejora Hanya Isu

Tidak ada bendera yang berkibar di SMP 6 Jayapura, Jumat, kemarin.
Sabtu, 30 Mei 2009, 10:06 WIB
Amril Amarullah
Bendera Papua Merdeka (webshots.com)

VIVAnews - Terkait dengan adanya dugaan pengibaran bendera di halaman sekolah SMPN 6 Sentani Kabupaten Jayapura, Jumat 29 Mei 2009 pukul 05.45 WIT.

Kapolresta Jayapura AKBP Matius Fachiri mengatakan, hal itu hanya isu belaka. "Saya sudah konfirmasi Dandim 1701 Letkol Inf, Iman Santoso, katanya itu hanya isu, dan tidak ada bendera yang berkibar,'' ungkapnya.

Dengan demikian, kata Kapolres, dirinya tidak bisa memastikan bahwa bintang kejora telah berkibar. selain itu, pihaknya juga sampai saat ini belum menemukan barang bukti.

Sementara itu Dandim Iman Santosa ketika dikonfirmasi via telepon selulernya mengatakan, tidak ada pengibaran bendera di SMP 6.

"Itu hanya isu yang disebarkan orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang menggagalakan Pilpres mendatang,'' ujarnya. Sementar menurut info, bendera benar-benar berkibar lalu yang menurunkan Danramil Sentani.

Laporan: Banjir Ambarita | Papua

Masa Tenggang Habis, Aparat Tak Tindak Tegas

Kerusuhan di Papua

Masa tenggang atas peringatan kepolisian agar rakyat bersenjata menghentikan aksinya habis
Sabtu, 30 Mei 2009, 02:15 WIB
Hadi Suprapto
Suku di Papua (VIVAnews)

VIVAnews - Kendati Kepolisian sudah memberi peringatan kepada kelompok bersenjata yang menduduki lapangan terbang Kapeso Mamberamo Raya, Papua, untuk segera menghentikan aksinya, hingga Kamis 28 Mei kemarin, namun upaya tindakan hukum belum dilakukan.

Bahkan, negoisasi ulang dengan mengimbau kelompok bersenjata mengakhiri pendudukan, kembali dilakkukan.

"Karena kesulitan komunikasi, namun kami akan menegakkan langkah-langkah hukum," kata Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal FX Bagus Ekodanto melalui sambungan telepon di Jayapura, Jumat 29 Mei 2009.

Bagus mengatakan, meski batas negoisasi telah ditetapkan, bukan berarti aparat keamanan langsung merebut paksa lapangan terbang perintis itu. "Kami masih menyerukan kelompok itu menghentikan aksinya," ujarnya.

Dari informasi yang di lapangan, dalam beberapa hari ini, Polda kembali berencana mengirim pasukan tambahan ke Mamberamo. Ini merupakan puncak setelah kelompok bersenjata tak mau menyerah.

Lapangan terbang Kapeso Distrik Mamberamo Hilir Kabupaten Mamberamo Raya sejak 13 Mei lalu diduki kelompok bersenjata pimpinan Dicki Embiri, Cosmos Makamuri, dan Alex Makamuri. Sayangnya mereka tidak menyatakan jelas tuntutannya. Hanya beredar isu, mereka melakukan aksi karena tidak puas dengan pemerintah daerah Mamberamo Raya yang tidak melaksanakan pembangunan secara merata.

Pendudukan itu, mendapat sorotan dari berbagai pihak, termasuk mantan menteri luar negeri Organisasi Papua Merdeka Nicollas Messet dan Ketua Majelis Rakyat Papua Agus Alua. Mereka beranggapan peristiwa-peristiwa yang terjadi di Papua sejak Pemilu legislatif lalu adalah rekayasa belaka dari segelintir orang yang mengambil keuntungan dari persitiwa yang terjadi.

Laporan: Banjir Ambarita | Papua

• VIVAnews

Friday, May 29, 2009

Bendera Bintang Kejora Berkibar di Sekolah

Pengibaran bendera di lakukan di halaman sekolah SMP 6 Sentani, Jayapura.
Jum'at, 29 Mei 2009, 10:11 WIB
Amril Amarullah
Bendera Papua Merdeka (webshots.com)

VIVAnews - Hari ini, Jumat 29 Mei 2009 pukul 05.45 Wit telah terjadi pengibaran bendera bintang kejora, yang dianggap sebagai simbol separatis Papua merdeka. Pengibaran bendera di lakukan di halaman sekolah SMP 6 Sentani, Jayapura.

Belum diketahui pelaku pengibaran bendera tersebut, tetapi diduga dikibarkan oleh sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab yang mengganti bendera merah putih dengan bendera bintang kejora.

Polisi masih melakukan penyelidikan dan belum ada keterangan resmi dari pihak Kepolisian maupun TNI.

Laporan: Banjir Ambarita | Papua

Thursday, May 28, 2009

Kapolda Papua: Hari Ini Batas Akhir Negosiasi


Kelompok Bersenjata Kuasai Bandara Perintis Kapeso
Kapolda Papua: Hari Ini Batas Akhir Negosiasi
Kelompok bersenjata menduduki lapangan terbang sejak beberapa pekan terakhir.
Kamis, 28 Mei 2009, 11:26 WIB
Siswanto

VIVAnews – Hari ini, Kamis 28 Mei 2009, merupakan batas waktu negosiasi antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata yang mengambil alih lapangan terbang Kapeso Distrik Mamberamo Hilir, Kabupaten Mamberamo Raya, Papua.

“Jika dalam negosiasi tidak menemui jalan penyelesaian, akan dilakukan tindakan hukum berupa merebut lapangan terbang itu,” kata Kepala Polisi Daerah Papua, Inspektur Jenderal Polisi FX Bagus Ekodanto ketika menghadiri HUT Kodam 17 Cenderawasih, Jayapura.

Kelompok bersenjata pimpinan Dicki Embiri, Cosmos Makamuri, dan Alex Makamuri, menduduki lapangan terbang sejak beberapa pekan terakhir.

Kelompok itu tidak mengungkapkan tuntutan apapun. Tapi, aparat keamanan menduga alasan pendudukan lapangan terbang itu untuk menyampaikan kekecewaan kepada pemerintah daerah Mamberamo yang mereka anggap tidak memperhatikan kehidupannya.

Laporan: Banjir Ambarita | Papua

Wiranto: Rusuh Papua Tiru Perilaku Elit

Rusuh di Papua
Wiranto: Rusuh Papua Tiru Perilaku Elit
Mantan Menteri Luar Negeri OPM minta semua pihak tidak mudah mengambing hitamkan OPM.
Kamis, 28 Mei 2009, 16:25 WIB
Elin Yunita Kristanti, Bayu Galih
(VIVAnews)

VIVAnews - Papua menjadi daerah paling tidak aman dalam penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2009. Sampai hari ini di daerah tersebut masih terjadi konflik, termasuk pendudukan Bandara Perintis Kasepo di Mamberamo Raya.

Menurut mantan Panglima ABRI, Wiranto masalah di Papua adalah masalah keamanan nasional. "Saya ingatkan keamanan lokal tergantung juga situasi nasional," kata Wiranto di Posko Partai Golkar Mangunsarkoro, Jakarta, Kamis 28 Mei 2009.

Ditambahkan Wiranto, masyarakat meniru perilaku elit politik nasional. "Elit politik jangan mendemonstrasikan ketidakbersamaan dan ketidakkompakan di masyarakat," tambah dia.

Calon wakil presiden dalam Pemilu Presiden 2009 itu mengatakan jika elit politik berperilaku rusuh, masyarakatpun akan rusuh. "Mereka [masyarakat] akan mendapat contoh," tambah dia.

Sebelumnya, Mantan Menteri Luar Negeri Organisasi Papua Merdeka, Nicolas Messet, meminta semua pihak tidak mudah mengambing hitamkan kelompok OPM sebagai otak dari semua kerusuhan yang terjadi di Papua sejak pemilih legislatif 2009.

Sebab, indikasi semua kejadian kerusuhan itu direkayasa mulai terkuak. Dimana ada sekelompok orang yang memperalat orang Papua untuk melakukan tindakan-tindakan dengan imbalan Rp 50 ribu per orang,” kata Messet ketika menghadiri HUT Kodam 17 Cenderawasih, Jayapura, Kamis siang.

Messet adalah orang yang mengenal betul karakter OPM. Messet kini kembali ke NKRI. Dia lama bermukim di Belanda dan Papua Nugini.

Menurut Messet, OPM tidak mungkin masuk kota karena mereka berada di hutan dan sekarang juga mulai banyak yang sadar untuk kembali ke NKRI.

Polisi: Selesaikan Negosiasi Sekarang atau Kami Rebut

Jayapura - Polisi memberi batas waktu hari ini kepada kelompok bersenjata yang mengambilalih lapangan terbang Kapeso, Distrik Mamberamo Hilir, Papua, untuk menyelesaikan negosiasi.

“Jika dalam negosiasi tidak menemui jalan penyelesaian, akan dilakukan tindakan hukum berupa merebut kembali lapangan terbang itu,” kata Kepala Polisi Daerah Papua, Irjen FX Bagus Ekodanto saat menghadiri HUT Kodam XVII Cenderawasih di Jayapura. Kamis (28/5).

Kelompok bersenjata pimpinan Dicki Embiri, Cosmos Makamuri, dan Alex Makamuri, menduduki lapangan terbang sejak Minggu 19 Mei 2009 hingga meresahkan masyarakat.

Kelompok ini tidak menyebutkan tuntutannya, tetapi aparat keamanan menduga mereka kecewa kepada pemerintah daerah Mamberamo yang mereka anggap tidak memperhatikan kehidupannya.

“Disinyalir kemungkinan pembangunan yang dinilai tidak merata, sehingga mereka menguasai bandara,” katanya.

Sampai saat ini bandara masih dikuasai kelompok separatis, sedangkan polisi terus berkoordinasi dengan pemuda, tokoh adat dan tokoh gereja untuk bernegosiasi membahas permasalahan ini.

Polisi tidak menangkap atau membubarkan kelompok penyandera karena anggota OPM itu diperkirakan hanya tiga orang sedangkan 150 lainya adalah warga yang sengaja disandera untuk dijadikan tameng.

“Sejauh ini aparat masih melakukan tindakan persuasif karena untuk mengantisipsi adanya korban, meski demikian aparat keamanan tetap siaga,” katanya.(Ant)

TNI Tidak Mau Gegabah Hadapi OPM

28/05/09 14:34
Jakarta (ANTARA News - Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso mengatakan, pihaknya tidak akan gegabah menghadapi kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM), termasuk yang masih menduduki bandara perintis Kaisiepo sejak 19 Mei.

"Kami tidak mau gegabah, karena di sana kan juga ada warga sipil. Di sekitar bandara ada 300 orang. Jadi, jangan sampai kita gegabah hingga menimbulkan korban jiwa," kata Panglima TNI usai menghadiri seminar "Memahami Indonesia Yang Asing: Realitas Sosial Budaya di Perbatasan RI-Malaysia, di Jakarta, Kamis,

Jenderal Djoko Santoso mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan kepolisian untuk terus mengadakan pendekatan persuasif terhadap para anggota kelompok separatis OPM yang hingga kini masih menduduki bandara perintis Kaisiepo tersebut.

"Kami sudah sepakat untuk tetap mengedepankan cara-cara persuasif. Kita tidak mau gegabah, menjadi perhatian internasional dan dinyatakan sebagai pelanggar HAM. Kita tetap kedepankan komunikasi yang baik, meski itu menyangkut kedaulatan tetapi kita tetap persuasif dulu..gak mungkin lalu kita tembaki semua," katanya.

Tentang batas waktu yang ditetapkan untuk para OPM yang menduduki bandara, Djoko mengatakan, itu sangat tergantung pada kepolisian.

"Yang berada di depan, kini masih kepolisian. Jadi tentang batas waktu bagi OPM ya tergantung mereka. Tanyakan saja ke polisi," ujar Djoko.

Sementara itu, Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Polisi F.X. Bagus Ekodanto mengaku pihaknya sudah mengirimkan pasukan dari Freeport ke Membramo.

Pengiriman pasukan itu menyusul laporan dan permintaan dari masyarakat Membramo dan Bupati Membramo Raya atas pendudukan Bandara Perintis Kaisepo oleh kelompok bersenjata.

Bagus mengatakan, untuk menuju lokasi dibutuhkan waktu tempuh selama dua hari. Dan itu pun hanya bisa ditempuh dengan pesawat perintis dari Jayapura.

Menurut Bagus, kondisi di Membramo memang cukup genting. Sekelompok masyarakat sudah menguasai lapangan terbang dan melarang warga sekitar untuk ke luar wilayah.

Selain mengirim pasukan, Bagus mengatakan, Polda Papua sudah berkoordinasi dengan gereja dan tokoh masyarakat serta pemangku adat setempat. Polda memberi kesempatan kepada mereka untuk berunding dengan kelompok yang menduduki bandara.

"Jika negosiasi tidak berbuah hasil, Polda Papua akan mengambil tindakan untuk merebut kembali bandara dan menormalisasikan situasi Membramo Raya," demikian Bagus.

Selain menduduki bandara, kelompok bersenjata itu juga mengibarkan Bendera Bintang Kejora. (*)

Bandara di Papua Dikuasai OPM Panglima TNI: Pakai Persuasif Diharapkan Tak Ada Korban,

Kamis, 28/05/2009 13:11 WIB

M. Rizal Maslan - detikNews


Jakarta
- Pemerintah tetap memilih langkah persuasif kepada kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang menduduki Bandara Perintis Kaisepo, Kabupaten Memberamo, Papua. Dengan cara ini diharapkan tidak ada korban sipil yang jatuh.

"Kita mengedepankan cara persuasif dan komunikasi yang baik. Mudah-mudahan mereka mau menyerah," kata Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso usai menghadiri Seminar Perbatasan dalam rangka Koentjaraningrat Memorial Lecture VI/2009 di Kantor Departemen Pertahanan, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (28/5/2009).

Seperti diketahui pendudukan Bandar Udara Perintis Kaisepo telah berlangsung dua pekan ini. Namun aparat keamanan belum berhasil mengusir 300 warga yang sebagian memiliki senjata itu.

Menurut Djoko, pihak aparat keamanan baik Polri maupun TNI tidak ingin mengambil langkah yang serampangan, sehingga bisa menimbulkan korban jiwa di kalangan sipil.

"Kalau nanti tindakan gegabah dan menimbulkan korban sehingga diekspos menjadi pelanggaran HAM," tegasnya.

Djoko mengatakan, meskipun pendudukan warga masyarakat bersenjata ini sudah dinilai mengganggu kedaulatan, tapi harus tahu caranya.

"Apakah kita harus tembaki semua, kan tidak mungkin. Mudah-mudahan hari ini selesai. Kita cari cara terbaik lah," ujarnya.

Ditambahkan Djoko, penyelesaian masalah pendudukan bandara tersebut masih ditangani Polri dan batas waktunya yang akan diberikan diserahkan kepada wewenang kepolisian. Bahkan, di dalam Rapat Koordinasi Polhukam telah disepakati bahwa dalam kasus itu dikedepankan penanganan secara persuasif dan komunikasi dengan para pasukan sipil bersenjata.(zal/ndr)

Jika Negoisasi Batal, Polri Rebut Bandara

OPM Kuasai Bandara Perintis
Jika Negoisasi Batal, Polri Rebut Bandara
Hari ini merupakan batas waktu negosiasi. "Kita ajak mereka menyerahkan diri."
Kamis, 28 Mei 2009, 13:07 WIB
Elin Yunita Kristanti, Nicolaus Tomy Kurniawan
Kapolri, Bambang Hendarso Danuri (VivaNews/ Nurcholis Anhari Lubis)

VIVAnews - Tiga orang diduga anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) masih menduduki bandara Perintis Kapeso di Mamberamo Raya, Papua. Kepala Kepolisian RI, Jenderal Bambang Hendarso Danuri mengatakan polisi akan segera mengambil langkah tegas.

"Dalam waktu dekat Papua akan saya putuskan, setelah tim saya pulang," kata Kapolri di sela-sela acara Musrembang Polri di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta, Kamis 28 Mei 2009.

Sampai saat ini, tambah Bambang Hendarso, polisi masih melakukan negoisasi dengan pendekatan kemanusiaan. "Kita ajak mereka menyerahkan diri. Tapi kalau diajak negosiasi tak menggubris, kita lakukan tindakan sesuai dengan apa yang direncanakan," tambah dia.

Pada prinsipnya, tambah Bambang Hendarso, polisi melakukan operasi penegakan hukum. "Kalau memang diperlukan bantuan hukum dari TNI, akan kita lakukan [minta]," tambah dia.

Sebelumnya, Kepala Polisi Daerah Papua, Inspektur Jenderal Bagus Ekodanto mengatakan hari ini merupakan batas waktu negosiasi antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata yang mengambil alih lapangan terbang Kapeso.

"Jika dalam negosiasi tidak menemui jalan penyelesaian, akan dilakukan tindakan hukum berupa merebut lapangan terbang itu," kata dia ketika menghadiri HUT Kodam 17 Cenderawasih, Jayapura.

Kelompok bersenjata pimpinan Dicki Embiri, Cosmos Makamuri, dan Alex Makamuri, menduduki lapangan terbang sejak beberapa pekan terakhir. Bendera bintang kejora dikibarkan di sana.

Kelompok itu tidak mengungkapkan tuntutan apapun. Tapi, aparat keamanan menduga alasan pendudukan lapangan terbang itu untuk menyampaikan kekecewaan kepada pemerintah daerah Mamberamo yang mereka anggap tidak memperhatikan kehidupannya.