Wednesday, May 06, 2009

Tentara Georgia Memberontak, Pemerintah Tuduh Rusia

06/05/09 06:16
Tbilisi (ANTARA News/AFP) - Tentara Georgia hari Selasa melancarkan pemberontakan pada malam pelatihan NATO di bekas republik Uni Sovyet itu, yang pemerintah katakan berakhir tanpa kekerasan, tapi menuduh Rusia mendukung pemberontak tersebut.

Batalion tank di pangkalan Mukhrovani di pinggir kota Tbilisi, ibukota negara Georgia, berontak, kata pejabat.

Pemberontak itu merencanakan membunuh Presiden Mikheil Saakashvili, kata jurubicara kementerian dalam negeri Shota Utiashvili.

"Sudah selesai. Kebanyakan sudah menyerah, termasuk komandan batalionnya. Beberapa orang kabur," kata Utiashvili kepada kantor berita Prancis AFP, "Tidak ada kekerasan atau semacamnya."

Beberapa belas kendaraan lapis baja dilaporkan menuju pangkalan Mukhrovani, sekitar 25 kilometer dari Tbilisi, kata televisi Georgia.

Saakashvili menyebutnya "pemberontakan besar-besaran", tapi televisi Rustavi-2 melaporkan bahwa presiden pergi secara pribadi ke pangkalan itu untuk berunding dengan pemberontak tersebut.

Tuduhan keterlibatan Rusia, yang dengan marah dibantah di Moskwa, memicu kembali ketegangan diplomatik, yang tetap tinggi sejak perang lima hari di antara tetangga itu pada Agustus 2008.

Menteri Pertahanan David Sikharulidze menyatakan "pemberontakan" itu untuk "mengganggu pelatihan persekutuan pertahanan Atlantik utara NATO dan menggulingkan pemerintah secara ketentaraan".

Kementerian dalam negeri menyatakan mengungkap persekongkolan untuk "pemberontakan bersenjata" di antara satuan kementerian pertahanan dan Rusia terlibat.

"Rencana itu digalang dengan Rusia, sedikit-dikitnya untuk mengganggu pelatihan tentara NATO dan sebesar-besaranya untuk menggalang pemberontakan besar-besaran tentara di Georgia," kata jurubicara kementerian dalam negeri itu.

"Kami punya keterangan bahwa pemberontak itu berhubungan langsung dengan orang Rusia, bahwa mereka mendapat perintah dari mereka, bahwa mereka menerima uang dari mereka," katanya.

Utiashvili menyatakan dua tersangka ditangkap dan komplotan itu mencakup rencana membunuh Saakashvili.

"Rencana itu berisi pemberontakan besar-besaran di Tbilisi dan mengambilalih kedaulatan Georgia serta kesatuan pemerintah Georgia dengan Eropa dan Euro-Atlantik," kata Saakashvili dalam pidato televisi.

"Keadaan terkendali. Ada ketertiban dan ketenangan di semua satuan lain tentara," kata Saakashvili.

"Saya menuntut tetangga utara kami menahan diri dari penghasutan," tambahnya.

Utusan Rusia untuk NATO, Dmitry Rogozin, mengatakan kepada kantor berita Interfax bahwa tuduhan terhadap Moskwa itu "gila".

"Kami secara perlahan terbiasa pada tuduhan gila dari pemimpin politik dan tentara Georgia," katanya, "Yang terjadi sekarang keruntuhan mutlak tentara dan negara Georgia."

Tuduhan Georgia menunjukkan "hayalan sakit" pemimpin Tbilisi, kata pejabat tertinggi kementerian luar negeri Rusia kepada Interfax.

Georgia mengalami keguncangan politik pada beberapa pekan terkini dengan kelompok lawan mencoba memaksa Saakashvili mundur.

Pendukung lawan berunjukrasa di ibukota itu selama hampir sebulan menuntut undur-dirinya.

Pelaksana unjukrasa akan mulai upaya baru menutup jalan utama pada Selasa, tapi wanita jurubicara lawan, Sopho Jajanashvili, menyatakan tindakan itu dibatalkan.

Pemimpin lawan akan membuat pernyataan atas kegentingan itu.

Georgia akan mengadakan pelatihan NATO sejak Rabu, yang dikutuk Rusia sebagai memanas-manasi.

Pelatihan perang sebulan akan melibatkan lebih dari 1.100 tentara dari lebih dari selusin negara NATO dalam komando "tanggap bahaya" dan pelatihan lapangan.

Georgia dan Rusia bertempur lima hari pada tahun lalu untuk Ossetia Selatan, wilayah sempalan Georgia.(*)

No comments:

Post a Comment