Tuesday, July 14, 2009

Jenasah Bripda Marson Dievakuasi ke Jayapura

Jenasah Bripda Marson Dievakuasi ke Jayapura
Jenazah Briptu Marson Patipelohi (ANTARA/M Yamin Geli/&)

Jayapura (ANTARA News) - Jenasah Bripda Marson Patipelohi, anggota Propam Polda Papua yang ditemukan tewas, dibuang di jurang mile 64, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Selasa pagi dijadwalkan dievakuasi ke Jayapura dengan menggunakan pesawat GIA.

Korban yang diduga dibunuh orang tak dikenal sesaat penyerangan yang dilakukan terhadap mobil yang membawa security PT.Freeport di mile 51, Minggu (12/7) itu sempat dinyatakan hilang.

Namun pada Senin siang, dia ditemukan tewas di jurang mile 64 pada ruas jalan Timika-Tembagapura.

Waka Polda Papua, Brigjen Pol.Riadi Koni kepada ANTARA, Selasa pagi mengakui, jenasah korban dijadwalkan tiba di Bandar udara Sentani, Jayapura sekitar pukul 08.15 WIT.

"Jenasah akan diangkut dengan pesawat GIA dari Timika", jelas Waka Polda Papua seraya menambahkan belum mengetahui dengan pasti korban akan dimakamkan dimana karena masih menunggu keputusan keluarga.

Korban Bripda Marson saat ini tergabung dalam satgas "amule" yang bertugas mengamankan sarana vital nasional termasuk PT.Freeport,

Penyerangan dilakukan orang tak dikenal sejak Sabtu (11/7) di areal PT.Freeport menewaskan tiga orang dan beberapa diantaranya luka-luka.

Ketiga orang yang tewas tersebut adalah Drew Nicholas Grant, warga negara Australia dan Markus Rante Allo, keduanya merupakan karyawan PT.Freeport dan Bripda Marson, anggota Propam Polda Papua.(*)

Belum Ada Rencana Penambahan Polisi di Freeport

Belum Ada  Rencana Penambahan Polisi di Freeport
(ANTARA/Fouri Gesang Sholeh/*)

Jayapura (ANTARA News) - Pasca terjadinya penembakan oleh orang tak dikenal yang menewaskan seorang anggota polisi Polda Papua dan dua orang karyawan PT Freeport Indonesia (PTFI) di Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Papua pada Sabtu (11/7) dan Minggu (12/7), belum ada rencana penambahan aparat kepolisian dari Kepolisian Daerah (Polda) Papua di areal operasional PTFI.

Hal itu diungkapkan kepala bidang Humas Polda Papua, AKBP Nurhabri, kepada ANTARA di Jayapura, Senin.

Ia menjelaskan, saat ini di PTFI sudah ada anggota Satgas Amole dari Polda Papua yang memang bertugas di sana.

"Belum ada rencana penambahan pasukan, yang jelas sejak kejadian penembakan tersebut, polisi dari densus 88 dan Mabes Polri sudah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP)," kata Nurhabri.

Sementara menyinggung soal motif penembakan tersebut, Nurhabri mengatakan untuk saat ini belum bisa diungkapkan oleh pihaknya.

"Motifnya belum jelas, karena memang pelakunya juga belum berhasil teridentifikasi," ujarnya.

Seperti diketahui saat ini, tercatat dua karyawan serta seorang anggota polisi yang tewas di Mimika, Papua.

Pada Sabtu (11/7) karyawan PTFI berkebangsaan Australia, Drew Nicholas Grant ditembak di Mile-53 dan pada Minggu, security PTFI,Markus Rante Allo tewas ditembak di Mile-51.

Sementara korban anggota kepolisian yang tewas bernama Bripda Marson, anggota polisi Polda Papua, Senin siang ditemukan tewas dikawasan mile 52 ruas jalan yang menghubungkan Timika-Tembagapura, Papua, setelah sebelumnya yang bersangkutan dikabarkan hilang.

Korban yang tergabung dalam Satgas Amole Polda Papua, bertugas mengamankan sarana vital nasional yakni PT.Freeport.

Kapolda Papua,Irjen Pol. FX Bagus Ekodanto sejak Sabtu (11/7) memimpin langsung penyidikan guna mengungkap pelaku penembakan itu.

Pada Minggu dinihari sekitar pukul 02.30 WIT, sekitar 58 personil Polri yang dikirim dari Mabes Polri tiba di Timika untuk bertugas di wilayah konflik itu.

Jenazah Drew Nicholas Grant telah dibawa pulang ke negara asalnya setelah diperiksa di Jakarta .(*)COPYRIGHT © 2009

Monday, July 13, 2009

Insiden Freeport Jenazah Korban Diterbangkan ke Australia

Senin, 13/07/2009 15:53 WIB
Didit Tri Kertapati - detikNews


Jakarta - Jenazah Drew Nicholas Grant, karyawan Freeport Indonesia yang tewas ditembak kelompok bersenjata di Papua diterbangkan ke Australia. Drew diterbangkan melalui Bandara Soekarno-Hatta pukul 15.00 WIB.

"Jenazah Drew Nicholas Grant Lakis akan diberangkatkan ke Australia pukul 15.00 WIB dari Bandara Soekarno Hatta," kata Kadivhumas Mabes Polri, Irjen Pol Nanan Soekarna saat jumpa pers di kantornya, Jl Trunojoyo, Jaksel, Senin (13/7/2009).

Seperti diberitakan sebelumnya, empat karyawan PT Freeport Indonesia, yaitu Lucan Jhon Biggs (WN Australia) bersama istrinya Lia Madandan (WNI), Drew Nicholas Grant dan Maju Panjaitan (WNI) yang hendak main golf diserang kelompok bersenjata Sabtu (11/7/2009). Akibatnya, Drew tewas tertembak di bagian leher, perut dan dadanya.

Bripda Marson Freddy, anggota provost Polda Papua yang mengawal mobil Freeport juga sudah ditemukan tewas di mile 51, Tembagapura, Timika, Papua. Sebelumnya, Marson sempat berhasil lolos dari aksi tembak menembak tersebut.

Ia lompat melalui pintu sebelah kiri dan masuk jurang. Mayatnya berhasil ditemukan melalui tracking telephone. "Keadaannya telah meninggal dunia tapi di tubuhnya tidak ditemukan luka tembak," jelas Nanan.(mok/iy)

Suripto: Insiden di Freeport Lebih Disebabkan Permainan Elit

Senin, 13/07/2009 14:25 WIB

Indra Subagja - detikNews


Jakarta
- Insiden di Papua seolah tidak ada habisnya. Yang terbaru penembakan di PT Freeport menewaskan 3 korban. Disinyalir apa yang terjadi di Papua tidak lebih ulah elit-elit politik.

"Lebih pada permainan elit di tingkat atas, yang ada di Papua dan ada di Jakarta," kata Wakil Ketua Komisi III DPR Suripto saat dihubungi melalui telepon, Senin (13/7/2009).

Politisi PKS ini memberikan indikasi dengan keterlibatan oknum desertir TNI dalam kasus penyanderaan di pelabuhan dan pembakaran kampus Universitas Cendrawasih.

"Itu yang perlu didalami oleh keamanan. Pasca Pilpres ini memang ada hal-hal yang tidak wajar, jadi isu seperti ini diangkat," tambah mantan pejabat Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) itu.

Secara khusus, dia meminta agar polisi dan pihak keamanan bekerja serius dan tidak sungkan membuka insiden ini. "Kasus penembakan ini perlu disisir sampai tuntas, apakah ada keterlibatan oknum dan pihak-pihak yang memanfaatkan momentum ini," tutupnya.

(ndr/iy)

Polisi Australia Hanya Beri Asistensi di Insiden Penembakan di Freeport

Senin, 13/07/2009 13:29 WIB
Didit Tri Kertapati - detikNews

Jakarta - Polisi Australia ikut dilibatkan dalam insiden penembakan di PT Freeport. Apalagi salah seorang warga mereka ikut menjadi korban. Tapi dipastikan tugas polisi negeri Kangguru itu hanya memberikan asistensi.

"Polisi Australia tidak pernah menyelidik, yang menyelidik kita. Mereka hanya beri asistensi, memberi informasi," ujar Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Nanan Soekarna, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (13/7/2009).

Menurut Nanan kerjasama antar polisi lintas negara adalah hal yang biasa. Kerjasamanya, kata Nanan, berkaitan dengan pendidikan maupun tugas-tugas berkait dengan kejahatan.

"Apalagi ini kasus ada Warga Negara Australia tentu ikut juga menangani kasus ini," terang jenderal bintang dua tersebut.

Sementara itu ketika ditanya, apakah sudah ada kejelasan informasi tewasnya Provos Bripda Marsom Patipulohi. Nanan mengaku belum mengetahui.

"Saya belum tahu, kan rekan-rekan diluar saya didalam," jawab mantan kapolda Papua tersebut.(ddt/ndr)

Insiden di Freeport Motif Penembakan Belum Terungkap, Polisi Australia Ikut Dilibatkan

Senin, 13/07/2009 12:14 WIB

Luhur Hertanto - detikNews

Jakarta - Jumlah personil keamanan telah ditambahkan ke Timiki, Papua. Tetapi sejauh ini belum bisa terungkap motivasi insiden penembakan di kawasan tambang PT Freeport di Timika, Papua.

Demikian jawab Menko Polhukam Widodo AS tentang perkembangan proses hukum kasus penembakan di Timika. Hal ini disampaikannya sebelum rakor percepatan pemberantasan korupsi di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (13/7/2009).

"Terus terang saja sampai sekarang ini kita belum bisa mengungkap siapa itu dan motif apa yang menjadi faktor penembakan," kata dia.

Berdasar pengamatan, insiden penembakan WNA Australia pekan lalu merupakan bagian rangkaian peningkatan gangguan keamanan yang meningkat belakangan ini di wilayah Papua. Sebelumnya juga terjadi insiden di Wamena dan Puncak Jaya.

"Kita coba dalami apakah ini (rangkaian gangguan keamanan di Papua) terstuktur," imbuh Widodo.

Khusus untuk Timika yang terdapat obyek vital negara, dilakukan upaya peningkatan keamanan. Sabtu lalu Mabes Polri mengirim tambahan personil Brimob, Densus 88, Tim Puslabfor dan Crisis Response Team.

Selain itu juga melibatkan AFP (Australia Federal Police) dalam pengungkapan kasus yang menewaskan WNA Australia itu. Ini sama seperti pelibatan FBI dalam kasus serupa beberapa tahun lalu.

"Baru AFP saja, ini tidak ada kaitannya dengan negara lain," jelas Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri.

(lh/ndr)

Korban Bertambah, Polisi Ditemukan Tewas di Area Freeport

Senin, 13/07/2009 12:06 WIB
Indra Subagja - detikNews


Jakarta - Korban aksi kriminal bersenjata di area PT Freeport bertambah. Kali ini seorang anggota polisi, Bripda Bripda Marson Freddy, ditemukan tewas di mile 51, Tembagapura, Timika, Papua. Penyebab kematian korban belum bisa dipastikan.

"Korban ditemukan di lokasi tempat pengejaran pelaku kriminal bersenjata," jelas Kabid Humas Polda Papua AKBP Nurhabri saat dihubungi melalui telepon, Senin (13/7/2009).

Nurhabri menjelaskan dengan meninggalnya Marson ini, total korban menjadi 3 orang setelah sebelumnya warga Australia Drew Nicholas Gran dan karyawan Freeport bernama Markus.

"Kita sudah melakukan olah TKP dan dilakukan pengejaran tapi memang lokasi di sana agak sulit mengingat lokasinya hutan, gunung, dan jurang," jelas Nurhabri.

Dia menjelaskan dari kondisi di lapangan dipastikan masih kondusif. "Yang jelas kita waspada," terangnya.

Sementara pihak PT Freeport menjelaskan kasus ini membuat pihak perusahaan melakukan pembatasan perjalanan dari Tembagapura ke Timika. "Itu berlangsung peningkatan keamanan, polisi sudah menambah pengamanan. Dan tidak ada ekspatriat yang eksodus. Lokasi insiden juga jauh dari lokasi tambang sehingga kegaiatan normal," tutupnya.(ndr/iy)

Departemen ESDM: Konflik di Papua Bukan Karena Freeport

Senin, 13/07/2009 11:37 WIB

Nurseffi Dwi Wahyuni - detikNews

Jakarta - PT Freeport menjadi sasaran penyerangan. Seorang warga Australia dan satpam perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu menjadi korban. Tapi disebutkan alasan penyerangan bukan karena soal Freeport.

"Itu masalah sudah masalah nasional, bukan karena Freeport. Kerusuhan-kerusuhan di Papua tidak cuma di Freeport saja, ada di lapangan terbang, dan sebagainya. Jadi itu imbas. Kasihan saja freeport kena," kata Dirjen Mineral Batu Bara dan Panas Bumi (Minerbapapum) Bambang Setiawan di Hotel Sari Pan Pacific, di Jl Thamrin, Jakarta, Senin (13/7/2009).

Dia menjelaskan efek kejadian itu membuat ketakutan pada warga asing. "Iyalah," tambahnya.

Untuk itu, solusinya diperlukan langkah pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan Organisasi Papua Merdeka (OPM). "Tapi kalau bicara OPM itu sudah masalah sosial politik, jadi penyelesaiannya harus menyeluruh," tutupnya.(ndr/iy)

Tuesday, July 07, 2009

Xinjiang Bergolak, Warga China Perang di Internet

Xinjiang Bergolak, Warga China Perang di Internet
Dua orang Polisi berdiri di depan bangkai kendaraan yang dirusak dalam kerusuhan hari Minggu (5/7) di Urumqi, Xinjiang Uighur Autonomous Region, China, Senin (6/7). (FOTO ANTARA/REUTERS)

Shanghai (ANTARA News/Reuters) - Warga China menumpahkan kemarahan mereka secara online terhadap kerusuhan etnis di provinsi muslim Xinjiang yang setidaknya merenggut 156 nyawa namun mesti main petak umpet untuk menghindari sensor pemerintah yang berusaha menghapus pesan yang diposting dan blog-blog berisi kecaman.

Kebanyakan dari komentar itu menuntut hukuman keras terhadap mereka yang terlibat, seakan bersesuaian dengan tuduhan media massa pemerintah terhadap aktivis Uighur di pengasingan, Rebiya Kadeer, sebagai otak kerusuhan di Urumqi, Minggu.

Hampir setengah dari 20 juta penduduk provinsi Xinjiang adalah Uighur Muslim, namun mereka sudah lama mengeluhkan etnis Han China karena lebih sering diuntungkan oleh investasi dan subsidi pemerintah pusat, sementara sebagian besar rakyat beragama Islam yang lebih memiliki kesamaan bahasa dan budaya dengan Asia Tengah, merasa terpinggirkan.

Disamping Tibet, Xinjiang adalah salah satu dari wilayah China yang secara politik sangat sensitif dan di kedua wilayah itu pemerintah berupaya mengetatkan cengkeramannya dengan mengendalikan kehidupan beragama dan kebudayaan sambil menjanjikan pertumbuhan dan kemakmuran ekonomi.

"Hancurkan konspirasi, tindak tegas para penyabot, serang lebih keras lagi," demikian bunyi pesan yang diposting melalui satu blog milik seseorang yang dikenali dengan "Chang Qing" dalam portal www.sina.com.cn.

Sementara beberapa lainnya memperingatkan bahwa etnis Han, yang menjadi suku mayoritas di China, akan membalas dendam.

"Utang darah dibayar darah. Rekan-rekan sesama Han bersatulah dan bangkitlah," tulis "Jason" dalam search engine www.baidu.com.

Beberapa pihak lainnya memuja arwah Wang Zhen, jenderal China yang menghinakan dan ditakuti banyak orang Uighur karena keberingasannya saat memimpin pasukan komunis China memasuki Xinjiang pada 1949 untuk memasukkan wilayah itu ke negara baru, Republik Rakyat China.

"Camkan ini baik-baik," bunyi satu pesan yang diposting di atas kisah singkat penaklukan Wang yang diambil dari buku sejarah China.

Namun, tak sedikit orang yang berusaha memahami penderitaan orang-orang Uighur.

"Jika anggota keluargamu tidak punya hak, tidak punya kekuasaan, menghadapi diskriminasi dan ditertawakan, maka tidak hanya keluargamu yang hancur, kamu sendiri yang menanam benih-benih permusuhan," tulis "Bloody Knife".

Seseorang berinisial "zfc883919" menulis di portal Xinjiang www.tianya.cn, bahwa tidak bisa memahami mengapa polisi membiarkan begitu banyak korban mati di sana.

"Apa gerangan yang kalian kerjakan? Itu 156 jiwa manusia. Saya berharap pihak berwenang yang menangani ini benar-benar mau belajar sehingga targedi seperti ini tidak terulang."

Pihak berwenang segera mengambil langkah cepat menghapus komentar-komentar berbau kekerasan itu, terutama untuk mencegah menyebarnya kebencian etnis atau pertanyaan awam di Internet terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah di kawasan yang didominasi etnis-etnis minoritas non Han.

Banyak blog yang hanya memposting kembali artikel-artikel dari media setempat mengenai kerusuhan itu, namun pada bagian dimana pembaca diundang untuk berkomentar, tertulis, "Tidak ada komentar untuk sementara waktu ini," suatu hal yang tidak biasa di tengah populernya blog di kalangan 300 juta pengguna internet di China.

Sejumlah laman yang memposting tayangan grafis mengenai tubuh-tubuh yang habis dipukuli dan berdarah-darah, yang diambil selama atau setelah kerusuhan, juga dengan cepat dihapus. (*) COPYRIGHT © 2009

Militan Nigeria Hancurkan Fasilitas Chevron

Selasa, 7 Juli 2009 02:49 WIB | Mancanegara | Timur Tengah/Afrika | Dibaca 93 kali

Lagos (ANTARA News/AFP) - Militan Nigeria menyatakan telah menghancurkan sebuah fasilitas strategis milik perusahaan minyak AS Chevron beberapa jam setelah mereka mengklaim melakukan serangan terhadap perusahaan minyak Inggris-Belanda Shell.

"Manipol (pipa bermulut banyak) strategis Okan yang mengendalikan sekitar 80 persen minyak mentah lepas pantai Chevron Nigeria Limited ke BOP Crude Loading Platform diledakkan sekitar pukul 20.45 Minggu, 5 Juni 2009," kata Gerakan bagi Emansipasi Delta Niger (MEND) dalam sebuah pernyataan.

Chevron belum bisa dihubungi untuk diminta komentar mereka mengenai serangan itu, yang dilakukan setelah serangan serupa terhadap fasilitas Shell di kawasan bergolak Delta Niger.

MEND mengatakan, mereka melancarkan itu untuk memberi pelajaran kepada Nigeria dan satuan tugas militer khususnya (JTF) di wilayah itu.

"Selama pemerintah Nigeria dan militer JTF melakukan penculikan dan serangan pembakaran terhadap penduduk dan individu tak berdosa, Musa akan berperang untuk mereka," katanya.

Kelompok itu menuntut pembebasan seorang penguasa adat yang menurut mereka diculik oleh militer.

"Kami menuntut raja yang diculik yang masih ditahan secara ilegal oleh JTF segera dibebaskan atau dituntut ke sebuah pengadilan hukum yang berwenang," katanya.

Serangan Senin itu terjadi beberapa jam setelah MEND menghancurkan "bagian depan sumur minyak Shell di Cawthorn Channel 1" yang berhubungan dengan terminal pengisian Bonny di negara bagian Rivers.

MEND hari Sabtu berjanji menggagalkan proyek pipa gas trans-Sahara bernilai 10 milyar dolar yang menghubungkan cadangan gas besar di Nigeria dengan Eropa.

Jumat, tiga negara Afrika -- Aljazair, Niger dan Nigeria -- menandatangani sebuah perjanjian di Abuja untuk membangun pipa saluran lebih dari 4.000 kilometer yang menyalurkan gas untuk pasar Eropa dari Delta Niger di Nigeria, melalui Niger dan Aljasair.

Belum ada tanggal yang ditetapkan bagi dimulainya proyek pembangunan itu, namun pengiriman pertama gas dijadwalkan dilakukan pada 2015.

MEND mendesak semua perusahaan minyak yang masih beroperasi di Delta Niger segera pergi, dengan mengancam melancarkan serangan-serangan baru.

MEND, yang mencapai ketenaran pada Desember 2005, bertanggung jawab atas serangkaian serangan terhadap perusahaan-perusahaan minyak besar yang mencakup Shell, Chevron dan kelompok perusahaan Italia Agip.

Delta Niger sejak 2006 dilanda kerusuhan oleh kelompok-kelompok bersenjata yang menyatakan berjuang untuk pembagian lebih besar dari kekayaan minyak di kawasan itu bagi penduduk setempat.

Kerusuhan itu telah menurunkan ekspor minyak Nigeria menjadi 1,8 juta barel per hari, dari 2,6 juta barel tiga setengah tahun lalu.

Kelompok MEND, yang bulan Juni mengumumkan "perang minyak habis-habisan" yang bertujuan menghentikan produksi, mengakhiri gencatan senjata pada 31 Januari setelah serangan militer terhadap salah satu kamp mereka di Delta Niger, dan memperingatkan mengenai serangan besar-besaran terhadap industri minyak.

MEND mengumumkan gencatan senjata pada September namun berulang kali mengancam akan memulai lagi serangan jika "diprovokasi" oleh militer Nigeria.

Militer Nigeria memulai ofensif terbesar dalam beberapa tahun ini pada pertengahan Mei, dengan membom kamp-kamp militan di sekitar Warri di negara bagian Delta dari udara dan laut dan mengirim tiga batalyon pasukan untuk menumpas pemberontak yang diyakini telah melarikan diri ke daerah-daerah sekitar.

Militer menyatakan tidak bisa berpangku tangan lagi setelah serangan-serangan terhadap pasukan, pemboman pipa minyak dan pembajakan kapal minyak, yang semuanya membuat Nigeria gagal mencapai produksi penuhnya selama beberapa tahun ini.

Geng-geng kriminal juga memanfaatkan keadaan kacau dalam penegakan hukum dan ketertiban di wilayah itu. Lebih dari 200 warga asing diculik di kawasan delta tersebut dalam dua tahun terakhir. Hampir semuanya dari orang-orang itu dibebaskan tanpa cedera.

Nigeria adalah produsen minyak terbesar Afrika namun posisi tersebut kemudian digantikan oleh Angola pada April tahun lalu, menurut Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).(*)

COPYRIGHT © 2009

Korban Tewas Kerusuhan di Xinjiang Naik Jadi 156


Beijing (ANTARA News/AFP) - Jumlah kematian akibat kekerasan etnik di daerah Xinjiang, China baratlaut, naik menjadi 156, dan kerusuhan meluas ke kota Kashgar, dimana polisi membubarkan sekitar 200 orang yang berusaha berkumpul, kata media pemerintah, Selasa.

Pemrotes yang marah dari minoritas Uighur turun ke jalan-jalan di ibukota wilayah itu, Urumqi, Minggu, dengan membakar dan menghancurkan kendaraan serta pertokoan, dan bentrok dengan polisi antihuru-hara.

Lebih dari 700 orang ditangkap karena dituduh berperan dalam kekerasan itu, kata kantor berita resmi Xinhua, namun penduduk setempat mengatakan kepada Reuters bahwa polsi melakukan operasi membabi-buta di daerah-daerah Uighur.

Lebih dari 20.000 polisi khusus dan bersenjata, pasukan dan pemadam kebakaran dikerahkan dalam penumpasan kekerasan di Urumqi, namun meski pengamanan diperketat, kerusuhan tampaknya meluas di wilayah bergolak itu.

Sekitar 200 orang yang "berusaha berkumpul" di masjid Id Kah di pusat kota Silk Road Kashgar dibubarkan oleh polisi pada Senin petang, kata Xinhua.

Polisi juga memperoleh "petunjuk" mengenai upaya-upaya untuk mengatur lagi kerusuhan di kota Aksu dan prefektur Yili, sebuah daerah perbatasan yang dilanda kerusuhan etnik pada akhir 1990-an.

Bersama-sama Tibet, Xinjiang merupakan salah satu kawasan paling rawan politik dan di kedua wilayah itu, pemerintah China berusaha mengendalikan kehidupan beragama dan kebudayaan sambil menjanjikan petumbuhan ekonomi dan kemakmuran.

Namun, penduduk minoritas telah lama mengeluhkan bahwa orang China Han mengeruk sebagian besar keuntungan dari subsidi pemerintah, sambil membuat warga setempat merasa seperti orang luar di negeri mereka sendiri.

Beijing mengatakan bahwa kerusuhan itu, yang paling buruk di kawasan tersebut dalam beberapa tahun ini, merupakan pekerjaan dari kelompok-kelompok separatis di luar negeri, yang ingin menciptakan wilayah merdeka bagi minoritas muslim Uighur.

Kelompok-kelompok itu membantah mengatur kekerasan tersebut dan mengatakan, kerusuhan itu merupakan hasil dari amarah yang menumpuk terhadap kebijakan pemerintah dan dominasi ekonomi China Han.(*)

COPYRIGHT © 2009

Monday, July 06, 2009

Honduras Rusuh Setelah Presiden Terguling Batal Pulang

Honduras Rusuh Setelah Presiden Terguling Batal Pulang
Pendukung presiden Honduras yang digulingkan, Manuel Zelaya, berteriak di depan kantor OAS di Tegucigalpa (2/7/2009). (ANTARA/Reuters/Henry Romero)

Tegucigalpa (ANTARA News) - Beberapa kendaraan militer menghalangi landasan pacu di Bandara ibukota Honduras guna mencegah pendaratan pesawat yang membawa presiden terguling Manuel Zelaya.

AFP mengutip keterangan polisi yang menyatakan bahwa bentrok tentara dengan pendukung Zelaya telah menyebabkan dua tewas.

Zelaya berusaha pulang ke negaranya satu pekan setelah ia digulingkan. Sementara itu, ketegangan mencapai titik tertinggi, saat puluhan ribu pendukungnya berkumpul di bandar udara yang dijaga ketat oleh militer.

Tak lama setelah itu, pesawatnya mendarat di Nikaragua, kata beberapa pejabat El Salvador. Mereka menambahkan ia belakangan dijadwalkan tiba di San Salvador.

Tentara menembakkan gas air mata dan menembaki pemrotes yang marah dan berusaha memasuki bandar udara sehingga menewaskan dua orang dan dan melukai dua lainnya, kata polisi.

Dalam puncak ketegangan yang dramatis pada hari itu, sedikit-dikitnya setengah lusin kendaraan militer dari kesatuan militer yang sama dengan yang mengirim Zelaya --yang hanya memakai piyama satu pekan sebelumnya-- menghalangi landasan pacu sewaktu pesawat Zelaya berputar di atasnya.

Zelaya berbicara langsung dari pesawat dengan stasiun televisi Venezuela, Telesur, yang disiarkan oleh CNN dalam bahasa Spanyol.

"Saya akan melakukan apa saja yang dapat saya kerjakan," kata Zelaya. "Kalau saja saya memiliki parasut, saya akan segera melompat ke luar pesawat ini."

Zelaya mengatakan akan menyampaikan pencelaan situasi di Honduras kepada mayarakat internasional.

"Mulai besok tanggung jawab akan jatuh pada negara besar, terutama Amerika Serikat," kata Zelaya.

Zelaya dijadwalkan bergabung dengan presiden Argentina, Ekuador dan Paraguay, yang tak lama sebelumnya mendarat di El Salvador, demikian keterangan pers setempat, bersama dengan pemimpin Organisasi Negara Amerika (OAS) Jose Miguel Insulza.

OAS, organisasi pan-Amerika, menskors Honduras dalam satu sidang darurat pada malam sebelumnya, setelah para pemimpin sementara di negeri itu menolak untuk memulihkan kekuasaan Zelaya.

Pemimpin sementara Roberto Micheletti menambah ketegangan Ahad, dengan menuduh tentara Nikaragua mulai bergerak ke arah perbatasan bersama kedua negara, pernyataan yang segera dibantah oleh militer Nikaragua.

"Kami telah diberitahu bahwa di sektor Nikaragua, sebagian tentara mulai bergerak ke arah perbatasan," kata Micheletti dalam satu taklimat melalui televisi.

Di Managua, Jenderal Adolfor Zepada dari Nikaragua balas menyerang bahwa informasi tersebut "sepenuhnya palsu".

Di tengah meningkatnya pengucilan internasional, para pemimpin sementara di Honduras juga mengatakan mereka telah mengajukan tawaran bagi dialog dengan "kepercayaan yang baik" dengan OAS, setelah mereka sebelumnya mengatakan mereka keluar dari badan tersebut sebelah diskors.

Namun Micheletti juga mengatakan tak satu pihak pun dapat menekan dia, dan ia tetap berkeras ia telah memangku jabatan dalam pergantian yang sesuai dengan undang-undang dasar.

OAS menskors Honduras, Sabtu larut malam, dalam tindakan pertama semacam itu sejak organisasi regional tersebut mengucilkan Kuba pada 1962.(*)

Friday, July 03, 2009

Separatisme, Polisi Kontak Senjata di Papua, 1 Ditangkap

Jumat, 03/07/2009 15:05 WIB
Didit Tri Kertapati - detikNews



Jakarta
- Kepolisian kembali menindak aksi separatisme di Papua. Di Kabupaten Yapen Waropen, Kamis 2 Juni kemarin, polisi berhasil menangkap seorang separatis, Mataenal, setelah terlibat kontak senjata.

"Berhasil ditangkap kelompoknya Erik Manatory, tertangkap Mataenal," kata Kapolri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (3/6/2009).

Bambang Hendarso menjelaskan, Mataenal ditangkap beserta senjata dan amunisi di tangan. "Dengan 4 senjata dan peluru serta dokumen pada waktu mau menduduki bandara Kaisepo," tuturnya.

Bambang Hendarso mengungkapkan, pihaknya juga sempat menembak salah satu anggota separatis. Namun sayang, korban sempat dibawa oleh kelompoknya.

Mendekati Pilpres yang tinggal 5 hari lagi, Bambang Hendarso mengatakan pihaknya akan meningkatkan pengamanan di daerah yang sempat diwarnai gejolak saat Pileg 9 April lalu.

"Ke depan kita akan gelar suatu kegiatan operasi kepolisian agar anggota kita dan masyarakat tentram di sana," ujarnya.(lrn/gah)

Thursday, July 02, 2009

Zelaya Tetapkan Tanggal Kepulangan

Zelaya Tetapkan Tanggal Kepulangan
Manuel Zelaya (REUTERS/Yuri Gripas)

Tegucigalpa (ANTARA News) - Presiden terguling Honduras Manuel Zelaya, Rabu, mengatakan, telah menjadwal-ulang kepulangannya ke Honduras pekan ini, setelah berakhirnya ultimatum 72 jam yang dikeluarkan Organisasi Negara Amerika (OAS) agar memulihkan kekuasaannya.

"Kami akan menunggu 72 jam guna melanjutkan proses ini mengingat ultimatum OAS," kata Zelaya kepada wartawan Rabu, sehari sebelum ia dijadwalkan bertolak ke negara asalnya untuk pertama kali sejak digulingkan dalam kudeta Ahad (28/6).

Zelaya, yang berada di Panama bagi pelantikan jutawan konservatif Ricardo Martinelli sebagai presiden baru di negeri tersebut, mengatakan kendati diancam akan ditangkap, ia akan pulang untuk meminta kembali jabatannya.

"Kepulangan saya ke Honduras dijadwalkan akhir pekan," kata Zelaya di Kota Panama, tanpa menetapkan harinya.

Pernyataannya seperti dilaporkan AFP disampaikan di tengah peningkatan tekanan internasional agar jabatan Zelaya dipulihkan.

OAS, dalam satu komunike, Rabu, mengatakan Honduras menghadapi risiko diskors dari organisasi itu kalau tak memulihkan jabatan Zelaya, salah satu dari beberapa tindakan oleh organisasi dan pemerintah asing yang menekan negeri tersebut.

Pentagon, Rabu, menghentikan semua kegiatan militer dengan Tegucigalpa sampai pemberitahuan lebih lanjut, dan menyatakan pemerintah di Washington --tempat Zelaya bertemu dengan para pejabat AS-- untuk saat ini "menilai situasi".

Bank Dunia menyatakan akan menghentikan semua pinjaman dan bantuan kepada Honduras, yang bernilai 400 juta dolar AS "sampai ada penyelesaian krisis saat ini".

Lembaga lain keuangan, termasuk bank regional, juga telah memerintahkan pembekuan pinjaman dan pembayaran kepada negara miskin itu.

Sementara itu, negara Uni Eropa sepakat untuk tak melakukan kontak dengan para pemimpin pasca-kudeta di Honduras, sementara Prancis dan Spanyol menarik duta besar mereka.

Berbagai organisasi internasional menyatakan mereka menunggu hasil tindakan OAS Rabu, setelah sidang majelis umum menginstruksikan Sekretaris Jenderal Jose Miguel Insulza melakukan upaya diplomatik selama tiga hari ke depan yang akan menghasilkan pemulihan jabatan Zelaya.

Jika semua tindakan tersebut tak memberi hasil, Honduras akan dilarang menghadiri pertemuan OAS sejalan dengan piagam kelompok itu, demikian antara lain isi komunike OAS.

Ketegangan telah merebak di Honduras sejak Zelaya digulingkan dalam kudeta dukungan militer pada Ahad dan segera diterbangkan ke luar negeri tersebut. Kudeta itu adalah yang pertama di negara pengekspor kopi dan pisang tersebut dalam lebih dari 20 tahun.

Zelaya, yang terpilih pada 2005 untuk memangku jabatan selama empat tahun yang tak dapat diperpanjang, mengadakan pembicaraan di Washington, Rabu, dengan para pejabat AS mengenai pemulihan jabatan presidennya di negara Amerika Tengah, yang memiliki 7,5 juta warga. (*)

COPYRIGHT © 2009

OAS Beri Waktu 72 Jam Bagi Pemulihan Kekuasaan Presiden Honduras

OAS Beri Waktu 72 Jam Bagi Pemulihan Kekuasaan Presiden Honduras
Presiden terguling Honduras President Manuel Zelaya (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Organization of American States (OAS) Jose Miguel Insulza pada akhir sidang umum di Washington 1 Juli 2009. (REUTERS/Yuri Gripas)

Washington (ANTARA News/AFP) - Organisasi Negara Amerika (OAS) hari Rabu memberi Honduras waktu 72 jam bagi pemulihan kembali kekuasaan Presiden Manuel Zelaya atau menghadapi pembekuan keanggotaan dalam kelompok tersebut, menjelang pembicaraan yang direncanakan antara presiden terguling itu dengan para pejabat AS di Washington.

Majelis umum organisasi itu memerintahkan Sekretaris Jendral OAS Jose Miguel Insulza mengambil "prakarsa-prakarsa diplomatik yang bertujuan... mengukuhkan kembali kekuasaan Presiden Jose Manuel Zelaya Rosales" dalam tiga hari mendatang.

Jika upaya-upaya ini gagal, maka Honduras akan dilarang menjadi anggota OAS, sesuai dengan piagam organisasi itu, kata kelompok itu dalam sebuah komunike.

Ketegangan berkobar di Honduras sejak Zelaya digulingkan dalam kudeta dukungan militer pada Minggu dan segera diterbangkan keluar dari negara tersebut. Kudeta itu merupakan yang pertama di negara eksportir utama pisang dan kopi itu dalam waktu lebih dari 20 tahun.

OAS menyatakan, mereka "sangat khawatir atas krisis politik di Republik Honduras akibat kudeta tersebut", yang menurut organisasi itu "telah menghasilkan perubahan tatanan demokrasi yang tidak konstitusional".

Zelaya, yang terpilih pada 2005 untuk masa jabatan empat tahun yang tidak bisa diperbarui, dijadwalkan mengadakan pembicaraan di Washington pada Rabu dengan para pejabat AS, sehari menjelang rencananya kembali ke negaranya yang berpenduduk 7,5 juta jiwa.

Pertemuannya di ibukota AS itu dilakukan ketika semakin banyak negara menarik duta besar mereka dari Tegucigalpa. Spanyol adalah negara terakhir yang memanggil pulang duta besarnya dari negara Amerika Tengah itu.

Protes meletus Selasa pada hari kedua berturut-turut di Tegucigalpa, ibukota Honduras, dan penyerang yang tidak dikenal melemparkan sebuah granat yang gagal meledak ke arah Mahkamah Agung.

Zelaya telah berjanji kembali ke Honduras pada Kamis dengan didampingi para pemimpin OAS dan Presiden Argentina Cristina Kirchner.

Namun, banyak pihak khawatir kepulangannya itu akan menyulut bentrokan lebih lanjut antara para pendukung dan penentangnya.

Jaksa Agung Luis Alberto Rubi telah memperingatkan bahwa Zelaya akan "segera" ditangkap jika ia kembali ke Honduras, dimana ia akan menghadapi tuduhan yang mencakup "pengkhianatan" dan "pelanggaran kekuasaan".

Selasa, Zelaya menyatakan tidak akan mengupayakan masa jabatan kedua, yang berarti membatalkan rencananya untuk berusaha mencalonkan diri lagi pada pemilihan umum November yang telah menyulut krisis tersebut.

"Jika ditawari kemungkinan tetap berkuasa (untuk masa jabatan kedua), saya tidak akan menerimanya," katanya pada jumpa pers di New York.

"Saya akan melaksanakan kewajiban saya sampai 27 Januari," tambahnya.

Sejak kudeta pada Minggu, Honduras semakin terkucil dan sejumlah negara Amerika Latin memanggil duta besar mereka untuk melakukan pembahasan.

Zelaya, yang terpilih pada 2006 untuk masa jabatan empat tahun yang tidak bisa diperbarui, ditangkap pada Minggu ketika ia berencana mengadakan pemungutan suara untuk meminta rakyat Honduras menyetujui referendum yang akan datang mengenai pemilihan dirinya lagi sebagai presiden setelah masa jabatannya berakhir pada Januari.

Referendum yang direncanakan Zelaya itu telah dianggap ilegal oleh pengadilan tinggi negara itu dan ditentang oleh militer, namun presiden tersebut mengatakan bahwa ia akan terus maju dengan rencana itu dan kotak-kotak suara sudah didistribusikan.

Ia adalah orang terakhir dalam daftar panjang pemimpin Amerika Latin yang mencakup Presiden Venezuela Hugo Chavez yang mengupayakan perubahan konstitusi untuk memperluas kekuasaan presiden dan memperpanjang masa jabatan.(*)

COPYRIGHT © 2009

Wednesday, July 01, 2009

Ekuador Keluarkan Surat Penangkapan Bekas Menhan Kolombia


Quito (ANTARA News/AFP) - Seorang hakim Ekuador telah mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi seorang bekas menteri pertahanan Kolombia karena serangan mematikan yang ia perintahkan terhadap pemberontak sayap kiri di Ekuador, media setempat melaporkan.

Serangan militer itu, yang diperintahkan oleh Juan Manuel Santos ketika ia menjabat menteri pertahanan, menewaskan 25 pemberontak Pasukan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) yang beroperasi di Ekuador, termasuk orang nomer dua FARC Raul Reyes.

Seorang warga Ekuador juga termasuk di antara mereka yang tewas.

Serangan lintas perbatasan itu dikecam pada waktu itu oleh Ekuador sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan negara itu dan meningkatkan perselisihan diplomatik antara kedua tetangga Amerika itu.

Hakim Daniel Mendez, yang memimpin penyelidikan terhadap serangan itu, mengeluarkan surat perintah penangkapan Senin, tapi beberapa pakar mengatakan putusan hakim itu hanya memiliki sedikit kesempatan untuk dieksekusi.

Di Bogota, Menteri dalam Negeri Kolombia Fabio Valencia menolak surat perintah penangkapan itu, dengan mengatakan hakim tersebut telah melewati wewenangnya.

Dengan membela serangan itu, ia mengatakan: "Kami bertindak terhadap terorisme itulah yang sudah kami lakukan dan apa yang negara lain akan lakukan".

Ekuador telah mengumumkan keinginanya untuk meneruskan kasus melawan Kolombia itu ke hadapan Komisi antar-Amerika mengenai Hak Asasi Manusia.

Menurut surat kabar harian Ekuador El Commercio, Santos dicari karena membunuh dan melanggar keamanan dalam negeri Ekuador.

Ia belum lama ini mengundurkan diri dari jabatannya sebagai menteri pertahaan dalam upaya untuk mengejar kemungkinan mencalonkan diri dalam pemilihan presiden.

Tokoh berusia 57 tahun itu juga bertanggungjawab atas operasi militer Juli lalu yang membebaskan warga Prancis-Kolombia Ingrid Betancourt dan 14 sandera lainnya dari pemberontak FARC yang menahan mereka di tengah hutan Kolombia.(*)

COPYRIGHT © 2009