Wednesday, February 25, 2009

Rabu, 25 Februari 2009 | 19:28 WIB

KOLOMBO, SELASA - Tentara Srilanka membuka jalan raya utama ke semenanjung Jaffna di utara untuk pertama kali sesudah hampir dua dasawarsa merebutnya dari kekuasaan pemberontak, kata militer, Selasa (24/2).

Pasukan pemerintah menggerakkan iringan pangan pada Selasa di sepanjang jalan raya A-9 itu, yang dikuasai pemberontak sejak 1990, kata juru bicara tentara.

"Pangan dan perbekalan untuk tentara dan polisi di Jaffna dikirim lewat darat pada Selasa," kata juru bicara tersebut, dengan menambahkan bahwa pembukaan A-9 itu berarti mereka tidak lagi tergantung pada angkutan mahal udara dan laut ke semenanjung itu.

Pasukan keamanan pada tahun ini merebut 75 kilometer dari jalan itu sesudah bertempur sengit dengan pemberontak. Pemberontak Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) kehilangan hampir 99 persen dari wilayah kekuasaannya akibat direbut pasukan pemerintah. Pasukan pemerintah pada Selasa terus maju ke daerah terahir di utara pulau itu, yang masih dikuasai pemberontak Macan Tamil, kata tentara.

Brigadir Udaya Nanayakkara menyatakan tentara berada di pinggiran Puthukkudirirppu, kota kecil di tepi jalur darat di wilayah timurlaut, yang dikuasai LTTE. "Laporan dari medan pertempuran menyebutkan peningkatan bentrokan di daerah itu, saat tentara menutup kota Puthukkudirirppu," kata kementerian pertahanan.

Kementerian itu menambahkan bahwa 13 mayat pemberontak ditemukan bersama senjata mereka pada Selasa. Namun, belum ada tanggapan dari LTTE.

Pemerintah menarik diri dari gencatan senjata, yang diprakarsai Norwegia, yang dimulai pada tahun lalu. Akibat pertempuran itu, LTTE kehilangan kendali atas hampir seluruh wilayah utara, termasuk yang suatu ketika dikenal sebagai ibu kota politiknya, Kilinochchi, dan pangkalan utama tentara di Mullaittivu.

Pemberontak Macan Tamil mengatakan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa dan masyarakat dunia pada Senin bahwa mereka bersedia melakukan gencatan senjata dengan pemerintah Srilanka, ketika perang saudara terlama di Asia itu mendekati titik akhir.

Namun, LTTE menolak seruan untuk mereka meletakkan senjata dan menyerah dan mengatakan bahwa senjata mereka tetap diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidup masyarakat kecil Tamil di negara pulau lautan India itu.

LTTE dalam surat kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa dan masyarakat dunia, yang mencakup Amerika Serikat, Eropa Bersatu, Jepang dan Norwegia, mengatakan bahwa pasukan Srilanka menggunakan pesenjataan berat, seperti, meriam dan peluncur banyak roket, yang menewaskan 50 hingga 100 warga Tamil setiap hari.

"Sudah lebih dari 2.000 warga tewas dan 5.000 orang cedera. Pedih melihat dunia tetap bungkam atas penderitaan besar kemanusiaan ini, seakan-akan mereka terhibur dengan yang sedang terjadi," kata Balasingham Nadesan, pemimpin politik Macan Tamil.

Amerika Serikat, Eropa Bersatu, Jepang dan Norwegia, pemain utama dalam perdamaian tercerai-berai itu, mendesak Macan Tamil pada awal Februari untuk mempertimbangkan penyerahan diri, meninggalkan kekerasan, menerima tawaran ampunan pemerintah dan ikut sebagai "partai politik dalam alur mencapai penyelesaian politik, yang adil dan langgeng".

Namun, pernyataan Macan Tamil itu mendesak masyarakat dunia bertindak untuk menghentikan "pembantaian terhadap warga Tamil", bukan mendesak pemberontak tersebut meletakkan senjata, dan juga menekan pemerintah Srilanka mencari penyelesaian politik.

Pemerintah Srilanka membantah tuduhan Macan Tamil bahwa warga menjadi sasaran serangan dan menyatakan LTTE-lah yang melakukan pembantaian dengan tidak mengizinkan warga Tamil pergi dari wilayah perang dan melucuti hak mereka.


XVD
Sumber : Ant

Tuesday, February 03, 2009

Turki Selidiki Pembunuhan 3 Mantan Komandan Gerilya Chechnya

02/03/09 02:29

Istanbul (ANTARA News/Reuters) - Polisi Turki menyelidiki pembunuhan tiga mantan komandan gerilya Chechnya di Istanbul dalam enam bulan terakhir, demikian dilaporkan surat kabar Vatan, Minggu.

Korban terakhir yang bernama Ali Osayev tewas ditembak di luar apartemennya di sebuah daerah pinggiran Istanbul pada Kamis, kata Vatan dan surat kabar Sabah.

Menurut laporan kedua surat kabar itu, Osayev berperang melawan pasukan Rusia di Chechnya, Rusia selatan, pada 1990-an dan datang ke Turki bersama keluarganya pada 2003.

Dua komandan lain separatis Chechnya tewas di kota itu dalam pola serupa dan dengan senjata serupa pada September dan Desember, kata laporan itu.

Polisi Istanbul menolak berkomentar mengenai pemberitaan tersebut.

Laporan-laporan itu mengatakan, kantor polisi di Istanbul telah membentuk sebuah satuan khusus untuk menyelidiki pembunuhan-pembunuhan tersebut dan badan intelijen Turki mengambil bagian dalam penyelidikan itu.

Vatan mengatakan, sekitar 500 orang Chechnya menjadi penduduk Istanbul berdasarkan wewenang khusus dari kementerian dalam negeri.(Ant)